KTI SKRIPSI
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG HIGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA
Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, utamanya penyakit infeksi (Notoatmodjo S, 2003 : 2004). Salah satu penykit infeksi pada balita adalah diare dan ISPA (Soetjiningsih, 2005 : 155). Diare lebih dominan menyerang balita karena daya tahan tubuh balita yang masih lemah sehingga balita sangat rentan terhadap penyebaran virus penyebab diare (http://G//dkk%20tangani%20diare.htm. Diakses tanggal 27 Mei 2009). Sampai saat ini penyakit diare merupakan masalah kesehatan di Indonesia, baik ditinjau dari angka kesakitan dan kematian yang ditimbulkannya (Depkes RI, 2007 : 1).
Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada balita. Menurut Parashar tahun 2003, di dunia terdapat 6 juta balita yang meninggal tiap tahunnya karena penyakit diare. Dimana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007 : 10). Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, di Indonesia penyakit diare menempati urutan kedua dari penyakit infeksi (www.compas.com. Diakses tanggal 26 Mei 2009). Angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2006 adalah 43,2% dari semua golongan umur dan secara proporsional 55% terjadi pada golongan balita (Depkes RI, 2007 : 1). Hasil survei pemerintah Jawa Timur terdapat 346.207 balita menderita diare dan 4 1,33% balita yang baru bisa ditangani (DinKes Jatim, 2006). Tahun 2007 di Jawa Timur diare merupakan penyakit dengan frekuensi KLB terbanyak kelima (DinKes Jatim, 2008). Sedangkan di Kabupaten Bojonegoro tahun 2007 diare merupakan penyakit dengan frekuensi KLB terbanyak ketiga (Profil Kesehatan Bojonegoro tahun 2008). Berdasarkan penetapan Departemen Kesehatan angka kesakitan diare tahun 2008 adalah 10% dan angka kejadian diare pada balita di Kabupaten Bojonegoro tahun 2008 adalah 11,99%. Dari laporan diare tahun 2008 di Puskesmas Trucuk jumlah balita yang diare sebanyak 285 (15,93%) dari 1.789 balita. Dan di Desa pada tahun jumlah balita yang diare adalah 56 (12,25%) dari 457 balita.
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya diare adalah faktor lingkungan, praktik penyapihan yang buruk dan malnutrisi. Diare dapat menyebar melalui praktik-praktik yang tidak higienis seperti menyiapkan makanan dengan tangan yang belum dicuci, setelah buang air besar atau membersihkan tinja seorang anak serta membiarkan seorang anak bermain di daerah dimana ada tinja yang terkontaminasi bakteri penyebab diare (Ramaiah S, 2000 : 17). Perilaku ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah makanan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang cara pengolahan dan penyiapan makanan yang sehat dan bersih (http://G//penyebab_diare.htm. Diakses tanggal 30 Mei 2009). Pengetahuan dan kesadaran orang tua terhadap masalah kesehatan balitanya tentu sangat penting agar anak yang sedang mengalami diare tidak jatuh pada kondisi yang lebih buruk (http://www.rehidrasidantindakanpentingatasidiare.com. Diakses tanggal 01 Juni 2009). Dampak yang ditimbulkan dari diare adalah terjadinya kekurangan cairan atau dehidrasi, gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik) yang secara klinis berupa pernafasan kussmaul, gangguan gizi akibat muntah dan gangguan sirkulasi darah yang dapat berupa renjatan hipovolemik (Mansjoer A, 2005 : 502). Dehidrasi dan malnutrisi adalah akibat yang paling berat dari diare, keduanya dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat jika tidak diobati dengan benar (Ramaiah S, 2000 : 23).
Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian diare, pemerintah melalui Dinas Kesehatan melakukan beberapa upaya : 1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas tatalaksana diare melalui pendekatan Menejemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan perkembangan Pojok Oralit, 2) Mengupayakan tatalaksana penderita diare di rumah tangga secara tepat dan benar, 3) Meningkatkan upaya pencegahan melalui kegiatan KIE, 4) Meningkatkan sanitasi lingkungan, 5) Meningkatkan kewaspadaan dini dan penanggulangan kejadian luar biasa diare (DepKes RI, 2000 : 6-7). Upaya pencegahan diare meliputi : memberikan ASI, memperbaiki makanan pendamping ASI, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan, menggunakan jamban, membuang tinja bayi dengan benar dan memberikan imunisasi campak karena pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare yang lebih berat lagi (Depkes, 2007 : 59).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah ada hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan balita di Desa.
b. Mengidentifikasi kejadian diare pada balita di Desa .
c. Menganalisis hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Sebagai pengalaman baru dalam melakukan penelitian dan dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dengan keadaan yang ada di masyarakat.
2. Bagi orang tua responden
Dapat meningkatkan pemahaman ibu tentang higiene makanan dan diare sehingga diharapkan angka kejadian diare pada balita dapat berkurang.
3. Bagi tenaga kesehatan
Dapat memberikan gambaran informasi tentang permasalahan yang terjadi pada balita sehingga lebih menggerakkan penyuluhan tentang higiene makanan dan penyuluhan tentang diare dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan pada balita.
4. Bagi institusi pendidikan
Dapat dipergunakan sebagai acuan atau studi banding dalam penelitian mahasiswa selanjutnya tentang hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita.
silahkan download KTI SKRIPSI
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG HIGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG HIGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangBalita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, utamanya penyakit infeksi (Notoatmodjo S, 2003 : 2004). Salah satu penykit infeksi pada balita adalah diare dan ISPA (Soetjiningsih, 2005 : 155). Diare lebih dominan menyerang balita karena daya tahan tubuh balita yang masih lemah sehingga balita sangat rentan terhadap penyebaran virus penyebab diare (http://G//dkk%20tangani%20diare.htm. Diakses tanggal 27 Mei 2009). Sampai saat ini penyakit diare merupakan masalah kesehatan di Indonesia, baik ditinjau dari angka kesakitan dan kematian yang ditimbulkannya (Depkes RI, 2007 : 1).
Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada balita. Menurut Parashar tahun 2003, di dunia terdapat 6 juta balita yang meninggal tiap tahunnya karena penyakit diare. Dimana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007 : 10). Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, di Indonesia penyakit diare menempati urutan kedua dari penyakit infeksi (www.compas.com. Diakses tanggal 26 Mei 2009). Angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2006 adalah 43,2% dari semua golongan umur dan secara proporsional 55% terjadi pada golongan balita (Depkes RI, 2007 : 1). Hasil survei pemerintah Jawa Timur terdapat 346.207 balita menderita diare dan 4 1,33% balita yang baru bisa ditangani (DinKes Jatim, 2006). Tahun 2007 di Jawa Timur diare merupakan penyakit dengan frekuensi KLB terbanyak kelima (DinKes Jatim, 2008). Sedangkan di Kabupaten Bojonegoro tahun 2007 diare merupakan penyakit dengan frekuensi KLB terbanyak ketiga (Profil Kesehatan Bojonegoro tahun 2008). Berdasarkan penetapan Departemen Kesehatan angka kesakitan diare tahun 2008 adalah 10% dan angka kejadian diare pada balita di Kabupaten Bojonegoro tahun 2008 adalah 11,99%. Dari laporan diare tahun 2008 di Puskesmas Trucuk jumlah balita yang diare sebanyak 285 (15,93%) dari 1.789 balita. Dan di Desa pada tahun jumlah balita yang diare adalah 56 (12,25%) dari 457 balita.
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya diare adalah faktor lingkungan, praktik penyapihan yang buruk dan malnutrisi. Diare dapat menyebar melalui praktik-praktik yang tidak higienis seperti menyiapkan makanan dengan tangan yang belum dicuci, setelah buang air besar atau membersihkan tinja seorang anak serta membiarkan seorang anak bermain di daerah dimana ada tinja yang terkontaminasi bakteri penyebab diare (Ramaiah S, 2000 : 17). Perilaku ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah makanan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang cara pengolahan dan penyiapan makanan yang sehat dan bersih (http://G//penyebab_diare.htm. Diakses tanggal 30 Mei 2009). Pengetahuan dan kesadaran orang tua terhadap masalah kesehatan balitanya tentu sangat penting agar anak yang sedang mengalami diare tidak jatuh pada kondisi yang lebih buruk (http://www.rehidrasidantindakanpentingatasidiare.com. Diakses tanggal 01 Juni 2009). Dampak yang ditimbulkan dari diare adalah terjadinya kekurangan cairan atau dehidrasi, gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik) yang secara klinis berupa pernafasan kussmaul, gangguan gizi akibat muntah dan gangguan sirkulasi darah yang dapat berupa renjatan hipovolemik (Mansjoer A, 2005 : 502). Dehidrasi dan malnutrisi adalah akibat yang paling berat dari diare, keduanya dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat jika tidak diobati dengan benar (Ramaiah S, 2000 : 23).
Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian diare, pemerintah melalui Dinas Kesehatan melakukan beberapa upaya : 1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas tatalaksana diare melalui pendekatan Menejemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan perkembangan Pojok Oralit, 2) Mengupayakan tatalaksana penderita diare di rumah tangga secara tepat dan benar, 3) Meningkatkan upaya pencegahan melalui kegiatan KIE, 4) Meningkatkan sanitasi lingkungan, 5) Meningkatkan kewaspadaan dini dan penanggulangan kejadian luar biasa diare (DepKes RI, 2000 : 6-7). Upaya pencegahan diare meliputi : memberikan ASI, memperbaiki makanan pendamping ASI, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan, menggunakan jamban, membuang tinja bayi dengan benar dan memberikan imunisasi campak karena pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare yang lebih berat lagi (Depkes, 2007 : 59).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah ada hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan balita di Desa.
b. Mengidentifikasi kejadian diare pada balita di Desa .
c. Menganalisis hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Sebagai pengalaman baru dalam melakukan penelitian dan dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dengan keadaan yang ada di masyarakat.
2. Bagi orang tua responden
Dapat meningkatkan pemahaman ibu tentang higiene makanan dan diare sehingga diharapkan angka kejadian diare pada balita dapat berkurang.
3. Bagi tenaga kesehatan
Dapat memberikan gambaran informasi tentang permasalahan yang terjadi pada balita sehingga lebih menggerakkan penyuluhan tentang higiene makanan dan penyuluhan tentang diare dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan pada balita.
4. Bagi institusi pendidikan
Dapat dipergunakan sebagai acuan atau studi banding dalam penelitian mahasiswa selanjutnya tentang hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita.
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG HIGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar