Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Anak Balita dalam Keluarga

KTI SKRIPSI
Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Anak Balita dalam Keluarga

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Berdasarkan peringkat HDI (Human Development Index), Indonesia berada pada urutan 109 dari 174 negara, jauh di bawah negara ASEAN lainnya seperti Malaysia (peringkat 56), Filipina (77), Thailand (67), apalagi bila dibandingkan dengan negara Singapura (22) serta Brunei (25). Faktor-faktor yang menjadi penentu HDI yang dikembangkan oleh UNDP (United Nations Development Program) adalah pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut sangat berkaitan dengan status gizi masyarakat (Muhilal, 2001).
Rendahnya HDI dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk Indonesia, yang dapat ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian bayi sebesar 35 per seribu kelahiran hidup, dan angka kematian balita sebesar 58 per seribu serta angka kematian ibu sebesar 307 per seratus ribu kelahiran hidup (UNDP, 2001).
Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup. AKABA merepresentasikan peluang terjadinya kematian pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun. Millenium Development Goals (MDGs) menetapkan nilai normatif AKABA, yaitu sangat tinggi dengan nilai > 140, tinggi dengan nilai 71-140, sedang dengan nilai 20-70 dan rendah dengan nilai < 20. SDKI tahun 2007 mengestimasikan nilai AKABA sebesar 44 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini merupakan estimasi untuk periode 5 tahun sebelum survei (2003-2007).
Berdasarkan estimasi terhadap nilai AKABA pada tingkat provinsi, diketahui bahwa provinsi dengan AKABA terendah terdapat di Provinsi DI Yogyakarta sebesar 22 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti oleh Jawa Tengah sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup dan Kalimantan Tengah sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 53 per 1.000 kelahiran hidup.  Sedangkan provinsi dengan AKABA tertinggi adalah Sulawesi Barat sebesar 96 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti oleh Maluku sebesar 93 per 1.000 kelahiran hidup dan Nusa Tenggara Barat sebesar 92 per 1.000 kelahiran hidup. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010)
Berdasarkan data diperkirakan 72.000 dari 800.000 balita di Sulawesi Selatan mengalami gizi buruk.  Selain itu,  ada 272.000 anak kurang gizi.  Namun,  pada Januari – Oktober 2008 petugas kesehatan hanya menemukan 94 kasus gizi buruk,  tujuh anak diantaranya meninggal dunia.  Balita yang mengalami gizi buruk itu tersebar di 23 kabupaten/ kota di Sulawesi Selatan dimana jumlah anak balita gizi buruk cukup tinggi tetapi jumlah kasus kasus yang ditemukan sedikit yaitu 94 kasus       ( Dinas Kesehatan Sulsel,  2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Nursaima pada tahun 2005  pada beberapa RW di Kelurahan Pacerekang Kecamatan menunjukkanmasih banyaknya gizi kronik yang terjadi padadaerah tersebut. Dengan menggunakan indikator BB/U didapatkan angka gizi buruk pada balita di RW X sebanyak 6 orang ( 11%) dan RW XII sebanyak 7 orang ( 1,9%).  Balita yang mengalami gizi kurang di RW XI sebanyak 11 orang ( 21%) dan RW XII sebanyak 21 orang (41,2%).  (Nursaimma, 2005).
Bahaya rawan gizi terhadap kualitas sumber daya manusia telah banyak ditemukan.  Anak dengan kekurangan gizi memperlihatkan gangguan pertumbuhan, aktivitas dan kesegaran jasmaninya.  Disamping itu anak dengan kekurangan gizi ini dapat menyebabkan penurunan tingkat kecerdasan (IQ) dan juga produktivitasnya pada saat dewasa.  Angka kejadian dan kematian pada anakpun meningkat pada mereka yang mengalami rawan gizi ini.
Keadaan kesehatan manusia juga kesehatan bangsa dapat ditingkatkan dengan jalan perbaikan gizi, tetapi juga sangat bergantung pada keadaan ekonomi, tingkat pendidikan dan lingkungan hidup.  Gizi bukan merupakan titik pusat dari pembangunan, tetapi merupakan bagian penting dari pembangunan dan patut mendapat lebih banyak perhatian (Sastraatmadja, 1991).
Keadaan gizi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berhubungan.  Tingkat pendidikan dan pekerjaan orang tua, pemberian ASI, morbiditas dan status ekonomi keluarga adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizi balita.  Wilayah kerja Puskesmas dengan penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagian besar sebagai pegawai negeri dengan tingkat penghasilan yang bervariasi belum dapat menjamin status gizi balita di wilayah ini, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor yang mempengaruhi staus gizi balita.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kasus gizi ini.  Berbagai program yang saat ini sedang dijalankan mungkin perlu untuk dievaluasi atau ditingkatkan efektivitasnya.  Salah satu kendala yang dihadapi adalah belum semua kasus gizi kurang yang ada di masyarakat ditemukan.  Untuk itu diperlukan adanya suatu indikator agar kasus-kasus rawan gizi dapat dideteksi secara dini.  Salah satu indikator yang umum digunakan yaitu indikator gizi dengan pengukuran antopometrik.

B.    Rumusan Masalah
    Dari uraian diatas maka dapat dicatat beberapa hal yang penting untuk kemudian diambil sebagai masalah dalam penelitian ini.
•    Bagaimana gambaran status gizi anak balita di wilayah kerja Puskesmas Kotamadya tahun
•    Bagaimana gambaran beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi anak balita dalam keluarga di wilayah kerja Puskesmas Kotamadya tahun

C.    Batasan Masalah
        Dalam penelitian ini akan ditentukan status gizi anak balita secara antropometrik dengan jalan melakukan pengukuran terhadap berat badan dan tinggi badan.  Indikator yang digunakan yaitu berat badan terhadap umur (BB/U),  tinggi badan terhadap umur (TB/U), dan berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB).
        Selain itu juga akan dilihat gambaran beberapa faktor yang turut mempengaruhi status gizi anak balita.

D.    Tujuan Penelitian
a)    Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran status gizi balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di wilayah kerja Puskesmas Kotamadya tahun

    b)        Tujuan Khusus
1.    Untuk mendapatkan gambaran status gizi balita berdasarkan indeks antopometrik berat badan terhadap umur (BB/U)
2.    Untuk mendapatkan gambaran status gizi balita berdasarkan indeks antopometrik tinggi badan terhadap umur (TB/U)
3.    Untuk mendapatkan gambaran status gizi balita berdasarkan indeks antopometrik berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB
4.    Untuk mendapatkan gambaran status pendidikan orang tua terhadap status gizi balita
5.    Untuk mendapatkan gambaran faktor pekerjaan orang tua terhadap status gizi balita
6.    Untuk medapatkan gambaran pemberian ASI terhadap status gizi balita
7.    Untuk mendapatkan gambaran faktor morbiditas terhadap status gizi balita
8.    Untuk mendapatkan gambaran tingkat pendapatan orang tua terhadap status gizi balita
E.    Manfaat Penelitian
1.    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi Kanwil Depkes dan instansi terkait sebagai bahan masukan untuk menentukan arah kebijakan dan perencanaan program dalam rangka penanggulan status gizi.
2.    Sebagai bahan ilmiah atau bahan bacaan bagi penelitian dan lain-lain di masa yang akan datang.
3.    Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penelitian.
silahkan download KTI SKRIPSI
Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Anak Balita dalam Keluarga
KLIK DIBAWAH 

Tidak ada komentar:

Arsip Blog

tes