Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Awam Terhadap Penderita HIV AIDS

KTI SKRIPSI
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT AWAM TERHADAP PENDERITA HIV AIDS

ABSTRAK
AIDS adalah salah satu masalah kesehatan yang sedang dihadapi masyarakat dunia. Ini dilihat dari semakin meningkatnya jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI, jumlah kematian akibat AIDS yang tercatat sudah mencapai 3.3 62 orang pada akhir tahun 2008. merupakan kota yang memiliki prevalensi penderita AIDS tertinggi di Sumatera Utara, yaitu sebanyak 430 kasus pada tahun 2008.
Penelitian in bertujuan untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat awam terhadap penderita HIV/AIDS.di Kelurahan pada tahun 2011.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 105 orang dengan tingkat ketepatan (d) sebesar 0,1. Metode pengambilan sampel dengan menggunakan metode proportional cluster random sampling. Sampel tersebut kemudian didistribusikan secara merata. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisa data dengan menggunakan program SPSS versi 12.0.
Hasil uji tingkat pengetahuan masyarakat awam tentang HIV/AIDS di Kelurahan sebesar 62,9% dikategorikan baik. Hasil uji sikap masyarakat awam terhadap penderita HIV/AIDS di Kelurahan sebesar 52,4% dikategorikan baik.
Dari hasil uji tersebut maka diharapkan petugas pelayanan kesehatan dan departemen terkait dapat memberikan informasi mengenai HIV/AIDS kepada masyarakat terutama bagi masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah.
Kata kunci: HIV/AIDS, pengetahuan, sikap

AIDS adalah salah satu masalah kesehatan yang sedang dihadapi masyarakat dunia. Berdasarkan perkiraan statistik global HIV/AIDS yang diumumkan oleh UNAIDS/WHO pada Juli 2008, jumlah penderita HIV/AIDS di dunia pada akhir tahun 2007 mencapai 33 juta orang.
Epidemi HIV/AIDS di Indonesia saat ini sungguh memprihatinkan. Jika pada tahun 2005 terdapat 5.32 1 kasus HIV/AIDS, akhir tahun 2008 angkanya sudah meningkat tajam menjadi 16.110 kasus. Bila pada tahun 2005 kasus HIV/AIDS hanya ada di 16 provinsi, maka pada akhir tahun 2008 angka penyakit perenggut nyawa ini sudah menjangkiti 32 provinsi dan 214 kabupaten/kota di Indonesia (Triana, 2009). Sedangkan berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI, jumlah kematian akibat AIDS yang tercatat sudah mencapai 3.3 62 orang pada akhir tahun 2008.
Sumatera Utara menduduki peringkat ke-8 dari 33 propinsi di Indonesia dengan jumlah kasus AIDS sebanyak 700 kasus. merupakan kota yang memiliki prevalensi penderita AIDS tertinggi di Sumatera Utara, yaitu sebanyak 430 kasus (Depkes RI, 2008).
Upaya penanggulangan penyebaran infeksi HIV telah banyak dilakukan. Peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) setiap tanggal 1 Desember merupakan salah satu kesempatan khusus dimana negara-negara di dunia, termasuk Indonesia melakukan evaluasi terhadap perkembangan epidemi HIV dan upaya penanggulangan yang lebih giat lagi (Depkes RI, 2008).
Hari AIDS sedunia telah diperingati sejak tahun 1988 sampai sekarang dengan mengambil tema-tema kampanye yang dapat meningkatkan pengetahuan akan HIV/AIDS. Salah satunya adalah pada tahun 2002 dan 2003, kampanye hari AIDS sedunia mengambil tema stigma dan diskriminasi. Melalui Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2002 dan 2003, masyarakat diajak agar tidak melakukan
stigmatisasi (memberi cap buruk) dan diskriminasi (mengasingkan, mengucilkan, membeda-bedakan) terhadap orang-orang yang hidup dengan HIV dan AIDS (ODHA) karena menghambat upaya pencegahan dan perawatan penyakit HIV/AIDS. Stigmatitasi dan diskriminasi pun merupakan perbuatan melawan hukum dan melanggar HAM (Hak Asasi Manusia) (Harahap, 2003).
Tingkat pengetahuan masyarakat tentang infeksi HIV/AIDS dan cara penularannya menjadi salah satu faktor pendukung sikap masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS . Sebagai langkah awal untuk memperbaiki stigma dan diskriminasi orang-orang yang hidup dengan HIV dan AIDS (ODHA) dalam upaya penanggulanggan HIV/AIDS, perlu diketahui sejauh mana pengetahuan masyarakat mengenai HIV/AIDS dan bagaimana sikap masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI SKRIPSI
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT AWAM TERHADAP PENDERITA HIV AIDS
(isi: Cover; Abstrak; Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian; Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Daftar Pustaka; Kuesioner dan Lampiran)
KLIK DIBAWAH 

READ MORE - Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Awam Terhadap Penderita HIV AIDS

Gambaran Pelaksanaan “7T” Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas

KTI SKRIPSI
GAMBARAN PELAKSANAAN “7T” PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih diwarnai oleh rawannya derajat kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok yang paling rawan yaitu ibu hamil, ibu bersalin dan bagi pada masa perinatal. Hal ini ditandai oleh tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
Angka kematian ibu memang sangat tinggi, terbukti WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu meninggal saat hamil dan bersalin. Oleh karena itulah maka sejak tahun 1990 sampai 1991 Departemen Kesehatan dibantu oleh WHO, UNICEF dan UNDP melaksanakan assessment safe mother hood sampai saat ini. Hasil kegiatan dari assessment safe mother hood adalah rekomendasi rencana kegiatan 5 (lima) tahun. Departemen Kesehatan merekomendasi dalam bentuk strategi operasional dalam mempercepat penurunan AKI (Syaifuddin, dkk, 2002). Terbukti pada tahun 2002/2003 menurut Survey Demografi dan Kesehatan AKI di Indonesia turun menjadi 307/100.000 kelahiran hidup (www.tempo.co.id/medika/arsip. 2005).
Kebijakan Depkes dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat pilar Safe Motherhood”. Dewasa ini program keluarga berencana sebagai pilar pertama telah dianggap berhasil. Namun, untuk mendukung upaya mempercepat penurunan AKI diperlukan penajaman sasaran agar kejadian “4 terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, terlalu banyak anak)” dan kehamilan yang tidak diinginkan dapat ditekan serendah mungkin. Akses terhadap pelayanan antenatal sebagai pilar kedua cukup baik, yaitu 87% pada tahun 1997; namun mutunya masih perlu ditingkatkan terus. Persalinan yang aman- sebagai pilar ketiga – yang dikategorikan sebagai pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pada 1997 baru mencapai 69%. Untuk mencapai AKI sekitar 200 per 100.000 kelahiran hidup diperlukan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar angka 80%. Cakupan pelayanan obstetri esensial – sebagai pilar keempat – masih sangat rendah, dan mutunya belum optimal.
Untuk membantu pemerintah dalam mencapai penurunan AKI di Indonesia, maka pemerintah Propinsi Jawa Timur mempunyai target cakupan pelayanan antental (K4) 84% dengan akses pelayanan antenatal (K4) 92,2% cakupan antenatal (K4) tahun 2004 mencapai 81,75% sudah hampir memenuhi target yang ditetapkan oleh pemerintah Propinsi Jawa Timur. Sedang target cakupan pelayanan antenatal (K4) di Kabupaten 82% baru terlaksana 78,73%. Adapun akses pelayanan antenatal (K1) 85,7% (Dinkes Propinsi Jawa Timur, 2004). Di Puskesmas sendiri mempunyai target cakupan pelayanan antenatal (K4) 80%, target akses pelayanan antenatal (K1) 88% (PWSKIA Propinsi Jawa Timur, 2004). Sedangkan jumlah akses (K1) pada bulan Januari di Puskesmas  sendiri adalah 6,5%, cakupan pelayanan antenatal (K4) bulan Januari 5,8%.
Dengan target cakupan pelayanan antenatal yang telah ditetapkan oleh pemerintah Propinsi Jawa Timur dan Kabupaten serta Puskesmas khususnya dapat membantu pemerintah dalam menurunkan AKI di Indonesia melalui pelayanan antenatal. Pelayanan antenatal diberikan oleh petugas kesehatan baik yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta. Pelayanan antenatalpun diberikan di Puskesmas-Puskesmas yang tersebar di Indonesia. Saat ini dalam pelaksanaannya, Puskesmas menghadapi banyak masalah. Sejalan dengan otonomi daerah, Puskesmas diupayakan direvitalisasi, antara lain lewat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat KesehatanMasyarakat (Walujani M, dalam http://jpkm-online.net/news.2005 ).
Puskesmas dalam memberikan pelayanan antenatal hendaknya menggunakan asuhan standar minimal yang telah ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 1999 menjadi standar “7T” yang dahulunya hanya “5T”. Standar minimal ibu hamil “7T” tersebut yaitu timbang berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi TT, pemberian tablet Fe, tes penyakit menular seksual serta temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.
Dari data pra survey yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Kabupaten pelaksanaan pelayanan 7T di wilayah kerja Puskesmas rata-rata 60,05% pada bulan Januari . Untuk rata-rata kunjungan ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kabupaten setiap bulannya 94 ibu hamil yang berkunjung untuk memeriksakan kehamilannya. Adapun data pra survey kunjungan ibu hamil tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah pada karya tulis ilmiah ini yaitu bagaimana gambaran pelaksanaan “7T” Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kabupaten pada tahun 

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana gambaran pelaksanaan 7T pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kabupaten pada tahun2. Tujuan Khusus
Untuk dapat mengidentifikasikan gambaran pelaksanaan pada penimbangan berat badan ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kabupaten pada tahun .
Untuk dapat mengidentifikasikan gambaran pelaksanaan pemeriksaan tekanan darah pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kabupaten pada tahun .
Untuk dapat mengidentifikasikan gambaran pelaksanaan pada ibu hamil terhadap pemeriksaan pada fundus uteri di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kabupaten pada tahun .
Untuk dapat mengidentifikasikan gambaran pelaksanaan imunisasi TT (Tetanus Toksoid) pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kabupaten pada tahun .
Untuk dapat mengidentifikasikan gambaran pelaksanaan pemberian tabel Fe pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kabupaten pada tahun .
Untuk dapat mengidentifikasikan gambaran pelaksanaan pemeriksaan Penyakit Menular Seksual (PMS) pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kabupaten pada tahun .
Bagaimanakah pelaksanaan temu wicara pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kabupaten pada tahun .

D. Manfaat penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan mata kuliah Metodologi Penelitian dan menambah pengalaman dalam penulisan KTI, serta sebagai masukan pengetahuan tentang pelayanan/asuhan standar “7T” (timbang berat badan, ukur tekanan darah, pemberian imunisasi TT, pemberian tabelt Fe, tes PMS, dan temu wicara)
dan sebagai bekal saat pelaksanaan profesi kelak juga sebagai syarat untuk menyelesaikan studi Akademi Kebidanan Politeknik Kesehatan.
2.    Bagi Teoritis
Dapat memberi nilai, sumber keperpustakaan dan pengetahuan tentang pelayanan/asuhan standar “7T” (timbang berat badan, ukur tekanan darah, pemberian imunisasi TT, pemberian tabelt Fe, tes PMS, dan temu wicara) dan diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti yang akan dating.
3.    Bagi Praktisi
Diharapkan penelitian ini secara tidak langsung mengerti tentang pelayanan/asuhan standar “7T” (timbang berat badan, ukur tekanan darah, pemberian imunisasi TT, pemberian tabelt Fe, tes PMS, dan temu wicara), sehingga dapat mengubah presepsi tentang masalah yang ditemukan dalam waktu penelitian



silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI SKRIPSI
GAMBARAN PELAKSANAAN “7T” PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
(isi: Cover; Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian; Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Format Lampiran)
KLIK DIBAWAH

READ MORE - Gambaran Pelaksanaan “7T” Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas

Gambaran Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas

KTI SKRIPSI
GAMBARAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit diare kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan berkisar diantara 150-430 per seribu penduduk setahnnya. Dengan upaya yang sekarang telah dilaksanakan, angka kematian dirumah sakit dapat ditekan menjadi kurang dari 3%.
Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Dibagian ilmu kesehatan anak FKUI / RSCM diare diartikan sebagai buang airbesar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. (Ilmu Kesehatan Anak, 2005).
Diare merupakan buang air besar (defeksi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml per jam tinja) dengan tinja yang berbentuk cairan setengah cair (setengah padat) dapat pula disertai frekuensi defeksi yang lebih meningkat (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Diare atau penyakit mencret pada saat ini di Indonesia masih menjadi penyebab kematian yang utama, yaitu nomor dua pada balita dan nomor tiga pada semua umur, penyakit diare terjadi pada 28 dari 100 penduduk (www.geoggle.com)
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali.
Gastroentritis sering dijuluki sebagai flu perut, pada dasarnya, diare dan muntah adalah upaya tubuh untuk mengeluarkan racun dan patogen yang menyerang saluran pencernaan, dengan kata lain, gastroentritis adalah suatu mekanisme alamiah untuk melindungi saluran cerna. Jadi gastrointeritis itu adalah gejala, bukan penyakit. Gastrointritis merupakan alarm, pertanda ada sesuatu yang tengah menyerang saluran cerna.
Yang pertama harus dilakukan adalah pikirkan penyebabnya, kedua, cegah terjadinya dehidrasi. (Bayiku Anakku dr. Purnawati S. Pujiarto, SPAK, MMPed, 2005)
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari. Diare kronik bagi bayi dan anak adalah diare yang berlangsung lebih dari batas waktu dua minggu.sebagian besar ibu-ibu tidak mengetahui penyebab diare pada anaknya, seperti makanan yang diberikan atau lingkungan yang kotor yang tidak disadari dapat menyebabkan diare disini peneliti mengambil batasan pada faktor-faktor penyebab diare adalah faktor lingkungan, makanan, infeksi virus atau infeksi bakteri pada saluran pencernaan, malabsorbsi, dan faktor psikologis.
Diare masih merupakan masalah kesehatan nasional karena angka kejadian dan angka kematiannya yang masih tinggi. Balita di Indonesia rata-rata akan mengalami diare 2-3 kali pertahun. Dengan dikenalkannya oralit, angka kematian akibat diare telah turun, yang lain dapat merupakan penyakit diare pada anak. Dari hasil prasurvey Puskesmas merupakan urutan kedua paling tinggi kejadian diare pada balita pada tahun terdapat 91 balita yang menderita diare.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan permasalahan penelitian yaitu "Bagaimanakah kejadian diare pada balita di Puskesmas"?

C. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut :
1. Sifat penelitian : Diskriptif
2. Subjek penelitian : Seluruh balita yang menderita diare di desa.
3. Objek penelitian : Kejadian diare
4. Lokasi penelitian : Wilayah
5. Waktu penelitian : Juni
6. Alasan Penelitian : Masih banyaknya ditemukan balita yang menderita diare di Puskesmas tahun yaitu 91 balita.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah diketahuinya gambaran kejadian diare di Puskesmas

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat :
1. Bagi ibu
Menambah pengetahuan ibu tentang penyebab diare.
2. Bagi Petugas kesehatan
Meningkatkan mutu pelayanan dan pencegahan diare.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya untuk dapat menambah referensi perpustakaan untuk bahan acuan penelitian yang akan datang.
4. Bagi penelitian
Sebagai pengalaman penulisan ilmiah, menambah pengetahuan dan wawasan dalam bidang kesehatan masyarakat.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI SKRIPSI
GAMBARAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
(isi: Cover; Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian; Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; format Lampiran)
KLIK DIBAWAH 
 
READ MORE - Gambaran Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas

Gambaran Ibu Melakukan Penyapihan Anak Kurang Dari 2 Tahun Di Desa

KTI SKRIPSI
GAMBARAN IBU MELAKUKAN PENYAPIHAN ANAK KURANG DARI 2 TAHUN DI DESA

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Seperti kita ketahui bahwa alam telah menyediakan makanan yang paling sesuai untuk bayi, yaitu ASI. Bagi anak, menerima ASI merupakan sebuah kebutuhan yang tak boleh terputus. Sebagaimana tercantum dalam Konvensi Hak-hak Anak tahun 1990 antara lain menegaskan bahwa tumbuh kembang secara optimal merupakan salah satu hak anak. Yang berarti selain ASI merupakan kebutuhan, juga merupakan hak asasi bayi yang harus dipenuhi oleh orang tuanya (Sastroasmoro,. 2007).
Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI eksklusif (Sofyan, 2005).
Asi ekslusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi berumur 2 tahun (Purwanti, 2004).
Dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 223 juga secara eksplisit dianjurkan agar para ibu memberi ASI sampai bayi berusia 2 tahun.Dan sudah sejak lama juga organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan pemberian ASI eksklusif, yakni ASI saja tanpa tambahan apapun, selama 6 bulan (Pujiarto, 2005).
Berbagai kepustakaan menginformasikan bahwa pada waktu dilahirkan, jumlah sel otak bayi telah mencapai 66% dan beratnya 25% dari ukuran otak orang dewasa, priode pertumbuhan otak yang paling kritis dimulai sejak janin sampai anak berusia 2 tahun, jadi apabila pada masa tersebut seorang anak menderita gizi dapat berpengaruh negatif terhadap jumlah dan ukuran sel otaknya, dalam hal ini pemberian ASI hingga 2 tahun sangat dianjurkan (Krisnatuti & Yenrina, 2000).
Analisis gizi telah memperlihatkan bahwa Asi mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. Yaitu : kalori, protein, lemak, air, mineral, vitamin dan lain-lainnya terdapat dalam jumlah yang cukup dengan komposisi yang seimbang (Sastroasmoro, 2007).
Selain mengandung banyak gizi, ASI juga mudah dicerna bayi dan bersifat steril (tidak mengandung kuman). Pemberian ASI juga mempunyai efek emosional luar biasa yang mempengaruhi hubungan batin ibu dan anak serta perkembangan jiwa anak.
Bayi yang tidak mendapat ASI beresiko kekurangan gizi, lantaran selain tidak dilengkapi oleh zat kekebalan, susu formula dibuat dengan takaran yang belum tentu seluruhnya sesuai dengan kebutuhan bayi (Nadesul, 2007).
Keputusan berhenti menyusui adalah pilihan masing-masing ibu. Usia menyapih biasanya 2 tahun, namun ada juga yang sampai 4 tahun atau lebih. Menurut beberapa penelitian komposisi ASI terus berubah hingga anak usia 2 tahun dan masih tetap mengandung nutrisi penting yang berguna untuk membangun system kekebalan tubuh anak.
Gencaran promosi susu formula menjadi penyebab menurunnya jumlah bayi yang mendapat Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif.
Hasil penelitian yang dilakukan di Biro Konsultan Anak di Rumah Sakit UGM Yogyakarta tahun 1976 menunjukkan bahwa anak yang disusui sampai dengan satu tahun 50,6%. Sedangkan data dari Survey Demokrasi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1991 bahwa ibu, yang memberi ASI pada bayi 0-3 bulan yaitu 47% di perkotaan dan 55% di pedesaan (Depkes 1992) dari laporan SDKI tahun 1994 menunjukkan bahwa ibu-ibu yang memberikan ASI ekslusif kepada bayinya mencapai 47% sedangkan pada repelita VI ditargetkan 80% (Arifin Siregar, 2004).
Berdasarkan profil kesehatan di Puskesmas Pekalongan tahun 2007 yang memberi ASI ekslusif sebesar 547 orang atau 38,6% dari 1468 ibu menyusui (Dinkes Kab. Lam-tim, 2007).
Desamerupakan bagian dari 6 kelurahan yang berada di kecamatan Pekalongan, Berdasarkan data presurvei di desa ditemukan jumlah ibu yang memiliki anak berusia < 2 tahun berjumlah 60 ibu. Dari 60 orang ibu tersebut terdapat 45 ibu yang tidak memberikan ASInya sampai umur 2 tahun, dan 15 ibu yang menyusui anaknya sampai umur 2 tahun.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah maka penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut : Bagaimana gambaran ibu melakukan penyapihan anak kurang dari 2 tahun di desa ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian : Gambaran penyapihan anaknya kurang dari 2 tahun
3. Subyek penelitian : Ibu yang melakukan penyapihan anak kurang dari 2 tahun
4. Lokasi penelitian : Di desa
5. Waktu penelitian : Mei-Juni
6. Alasan penelitian : Masih banyaknya ibu yang menyapih anaknya di bawah 2 tahun di desa

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tentang ibu melakukan penyapihan anaknya kurang dari 2 tahun di desa
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui gambaran ibu yang melakukan penyapihan anak kurang dari 2 tahun dilihat dari pengetahuan.
b. Diketahui gambaran ibu yang melakukan penyapihan anak kurang dari 2 tahun dilihat dari karakteristik ibu (pendidikan, dan ekonomi, pekerjaan)
c. Diketahuinya gambaran ibu yang melakukan penyapihan anak kurang dari 2 tahun dilihat dari kehamilan.
d. Diketahui gambaran ibu yang melakukan penyapihan kurang dari 2 tahun dilihat dari cara penyapihan.
e. Diketahui gambaran ibu melakukan penyapihan anak kurang dari 2 tahun dilihat dari status gizi anak.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Manfaat bagi desa
Merupakan bahan masukan didesa dalam meningkatkan program penyapihan sampai dengan 2 tahun.
2. Manfaat bagi ibu
Sebagai informasi dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan ibu-ibu khususnya yang menyusui mengenai pemberian ASI sampai dengan umur 2 tahun.
3. Manfaat bagi peneliti selanjutnya
Sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI SKRIPSI
GAMBARAN IBU MELAKUKAN PENYAPIHAN ANAK KURANG DARI 2 TAHUN DI DESA
(isi: Cover; Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian; Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Daftar Pustaka, Format Lampiran)
KLIK DIBAWAH 

READ MORE - Gambaran Ibu Melakukan Penyapihan Anak Kurang Dari 2 Tahun Di Desa

Faktor- Faktor yang Memengaruhi Keikutsertaan WUS dalam Penggunaan KB IUD

KTI SKRIPSI
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEIKUTSERTAAN WUS DALAM PENGGUNAAN KB IUD

ABSTRAK
Dalam paradigma barn program KB sangat ditekankan pada pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Ada berbagai macam pilihan alat kontrasepsi, salah satunya adalah IUD yang merupakan salah satu metode kontrasepsi non hormonal yang efektif dengan satu kali pemasangan untuk jangka waktu yang lama. Namun kenyataannya di Indonesia alat kontrasepsi yang lebih populer adalah kontrasepsi hormonal, padahal pemakaian kontrasepsi jangka panjang dapat terjadi risiko, salah satunya terkena osteoporosis. Banyak faktor yang memengaruhi keikutsertaan wanita pasangan usia subur (PUS) dalam penggunaan KB IUD.
Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif analitik yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi keikutsertaan wanita PUS dalam penggunaan KB IUD di Desa Kecamatan Tahun 2011. Populasi penelitian adalah seliruh wanita PUS yang ber-KB di Desa Kecamatan dan sampel penelitian berjumlah 140.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi wanita PUS dalam penggunaan KB IUD adalah faktor pengetahuan ibu (p = 0,008), faktor sikap ibu (p = 0,000), faktor partisipasi suami (p = 0,011) dan faktor pelayanan KB (p = 0,000).
Disarankan kepada petugas kesehatan dan petugas lapangan KB hams memiliki skil yang terampil sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam memberikan pelayanan dan penyuluhan guna meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu dan turut menyertakan suami dalam memberikan penyuluhan agar dapat memilih IUD sebagai alat kontrasepsi jangka panjang yang efektif dan efesien.
Kata kunci : Wanita PUS, Penggunaan KB IUD,

BAB 1
PENDAHULUAN
Paradigma baru program KB menurut Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 yaitu terbentuknya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) menjadi visi keluarga berkualitas tahun 2015. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam paradigma barn program KB ini sangat ditekankan pada pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga (BKKBN, 2008).
Ada berbagai macam pilihan kontrasepsi, salah satu jenis alat kontrasepsi adalah IUD yang merupakan salah satu metode kontrasepsi efektif, yaitu pemakaian IUD dengan satu kali pemasangan untuk jangka waktu yang lama. Dewasa ini diperkirakan lebih dari 100 juta wanita yang memakai AKDR, hampir 40%-nya terdapat di Cina. Sebaliknya hanya 6% di negara maju dan 0,5% di sub-sahara Afrika (BKKBN, 2005).
Menurut SDKI 2007 kontrasepsi yang banyak digunakan di Indonesia adalah metode suntikan (30%), pil (12,5%), IUD (4,7%), implant (2,6 %), MOW (3%), kondom (1,2%), dan MOP (0,2%) (SDKI, 2007). Pemakaian kontrasepsi hormon sintetik jangka panjang memang mempunyai risiko. Pemakaian suntik KB 3 bulan bagi wanita yang memasuki masa menopause, akan berisiko terkena osteoporosis. (BKKBN, 2008).
Jumlah PUS tahun 2008 di Sumatera Utara adalah 2.021.211 PUS, akseptor KB aktifnya adalah 1.322.653 (65,44%), dan akseptor KB barn sebanyak 283.142 akseptor. Dimana yang menggunakan IUD 15.515 (5,5%), pil 104193 (36,8%), kondom 22.158 (7,8%), suntik 113.358 (40%), implant 19.916 (7%), metode operasi 8002 (2,8%) (BPS, 2008).
Dari hasil penelitian di kelurahan Tanju Jakarta Barat tahun 2008 tentang pengetahuan, sikap dan perilaku ibu-ibu akseptor KB serta faktor—faktor yang berhubungan mengenai Alat Kontrasepsi Dalam Rahim, ditemukan enam faktor yang berhubungan bermakna mengenai alat kontrasepsi dalam rahim (Viviroy, 2008).
Ada beberapa faktor yang memengaruhi keikutsertaan wanita PUS dalam penggunaan KB IUD antara lain : faktor pengetahuan, faktor umur, faktor ekonomi, faktor jumlah anak, faktor partisipasi suami dan faktor pelayanan KB (Pinem, 2009).
Dari hasil survei pendahuluan, jumlah PUS pada 20 desa di Kecamatan pada tahun 2009 adalah 64.384 PUS. Pasangan usia subur (PUS) yang mengikuti program KB jumlahnya sebesar 49.137 pasangan atau sekitar 76,3%. Dan untuk tiap desa yang mengikuti program KB rata-rata berjumlah 3154 PUS. Tetapi untuk desa terdapat 1866 PUS (2,9%), dan yang menjadi akseptor aktif jumlahnya adalah 1411 PUS (75,6%). Dimana alat yang dipakai adalah KB-Pil 582 (41,2%) wanita PUS, suntik 418 (30%) wanita PUS, MOW 27 (2%) wanita PUS, implant 232 (16,4%), kondom 104 (7,4%) dan IUD 48 (3%) wanita PUS. Dari data- data tersebut dapat dilihat bahwa yang menggunakan IUD sangat sedikit, padahal IUD merupakan metode kontrasepsi jangka panjang yang aman (BKKBN, 2009).
Banyak faktor yang memengaruhi keikutsertaan wanita pasangan usia subur dalam penggunaan KB IUD. Berdasarkan data-data di atas, dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor- faktor yang memengaruhi keikutsertaan wanita pasangan usia subur dalam penggunaan KB IUD di desa Kecamatan

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI SKRIPSI
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEIKUTSERTAAN WUS DALAM PENGGUNAAN KB IUD
(isi: Cover; Abstrak; Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian; Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Daftar Pustaka; Kuesioner dan Lampiran)
KLIK DIBAWAH 

READ MORE - Faktor- Faktor yang Memengaruhi Keikutsertaan WUS dalam Penggunaan KB IUD

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anemia dalam Kehamilan di BPS

KTI SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA DALAM KEHAMILAN DI BPS

A.    Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini masih merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan AKI Negara-negara ASEAN lainnya. Menurut SDKI tahun 2002/2003 AKI sebesar 307 per 100.000 kehamilah hidup, sementara itu di negara tetangga Malaysia sebesar 36 per 100.000 kelahiran hidup, di Singapura 6 per 100.000 kelahiran hidup, bahkan di Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup. Berbagai upaya telah dilaksanakan untuk menurunkan AKI, termasuk diantaranya program safe Motherhood yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1988, upaya ini telah berhasil menurunkan AKI dari 450 per 100.000 kelahiran hidup ditahun 1985 menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997.
Tiga pesan kunci MPS adalah setiap persalinan ditolon oleh tenaga kesehtan terlatih, setiap komplikasi obsterti dan neontal mendapat pelayanan yang adekut dan setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Dari penatalaksanaan MPS, target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2010 adalah angka kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup. (www.hanyawanita.com:2006)
Frekuensi ibu hami dengan anemia di Indonesia relatif tinggi yaitu 63,5% sedang di Amerika 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang terdapat ibu hamil merupakan perdisposis anemia divisiensi di Indonesia (Saifuddin, 2006 : 281). Menurut WHO kejadian anemia kehamilan berkisar antara 20% sampai 89% dengan menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya. Angka anemia kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi. Hoo Swie Tjiong menemukan angka anemia kehamilan 3,8 % pada trimester 1,13% trimester II < dan 24,8 % pada trimester III. Akrib Sukarman menemukan sebesar 40,1 % di Bogor. Bakta menemukan anemia hamil sebesr 50,7 % di Pukesmas Kota Denpasar sedangkan Shindu menemukan sebesar 33,4 % di Pukesmas Ngawi. Simanjutak mengemukakan bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia menderita anemia kekurangan gizi. Pada pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang diderita masyarakat adalah karena kekurangan zat besi yang diatasi melalui pemberian zat besi secara teratur dan peningkatan gizi (Manuaba, 1998 : 29)
Jika persediaan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persedian Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena ibu hamil mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volum 30 % sampai 40 % yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Jumlah peningktan sel darah 18 % sampai 30  dan Hemoglobin sekitar 19 %. Bila hemoglobin ibu sebelum sekitar 11 gr % maka fisiologis dan Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai 10 gr % (Manuaba, 1998 : 30).
Akan tetapi dalam kenyataan tidak semua ibu hamil yang mendapatkan tablet zat besi meminumnya secara rutin, hal ini bisa disebabkan kerena faktor ketidak tahuan pentingnya tablet zt besi untuk kehamilannya. Dampak yang diakabitkan minum tablet zat besi penyerapan/respon tubuh terhadap tablet zat besi kurang baik sehingga tidaki terjadi peningkatan kadar HB sesuai dengan yang diharapkan. Faktor ini yang berhubungan dengan anemia adalah adanya penyakit infeksi bateri, parasit, usus seperti cacing tabang, malaria. Faktor sosial ekonomi yang rendah juga memang peranan penting katiannya dengan aspun gizi ibu selama hamil (http://www.bppsdm.depkes.go.id).
Berdasarkan hal-hal di tas penulis merasa tertarik untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia di BPS.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan pernyataan di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana tingkat pengetahuan Ibu Hamil tentang anemia di BPS ”.

C.    Ruang Lingkup
1.    Jenis Penelitian     :    Deskriptif
2.    Subjek Penelitian     :    Ibu hamil Trimester III dengan usia kehamilan di atas 37 minggu
3.    Objek Penelitian     :      Ibu hamil Trimester III dengan usia kehamilan di atas 37 minggu yang mengalami anemia di BPS
4.    Lokasi Penelitian    :      BPS
5.    Waktu Penelitian     :      April s/d Mei
6.    Alasan     :    Karena masih ada ibu hamil dengan anemia di BPS
 
D.    Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil di BPS
2.    Tujuan Khusus
a.    Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu hamil dengan anemia di BPS
b.    Untuk mengetahui berapa banyak ibu hamil yang mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan di BPS
c.    Untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi ibu hamil dengan anemia di BPS

E.    Manfaat Penelitian
1.    Bagi peneliti
Dapat menambah wawasan penerapan hasil studi
2.    Lokasi penelitian
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan penatalaksanaan anemia
3.    Bagi institusi pendidikan
Untuk menambah refrensi perpustakaan dan untuk bahan acuan penelitian yang akan datang.
4.    Bagi penelitian lain
Dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian di tempat ini.


(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran, Daftar Pustaka, Format Lampiran)
KLIK DIBAWAH
READ MORE - Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anemia dalam Kehamilan di BPS

Hubungan Berat Badan Lahir BBL dengan Ruptur Perineum Persalinan Normal pada Primigravida di BPS

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN TERJADINYA RUPTUR
PERINEUM SPONTAN PADA PERSALINAN NORMAL
IBU PRIMIGRAVIDA DI BPS
DESA KECAMATAN KABUPATEN

ABSTRAK

Ruptur perineum menjadi penyebab perdarahan ibu postpartum. Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia. sedangkan ruptur perineum spontan terjadi karena ketegangan pada daerah vagina pada saat melahirkan, beban psikologis mengahadapi proses persalinan dan karena ketidaksesuaian antara jalan lahir dan janinnya. Efek yang ditimbulkan dari ruptur perineum apabila tidak dilakukan penatalaksaan yang benar akan menimbulkan perdarahan, sehingga juga bisa menyebabkan kematian pada ibu post persalinan. Tujuan penelitian ini adalah Mengetahuai hubungan berat badan lahir dengan terjadinya ruptur perineum spontan pada persalinan normal primigravida di BPS Desa Kecamatan Kabupate
Desain yang digunakan adalah survey analitik dengan pendekatan retrospektif. Populasinya adalah Semua ibu primigravida yang melahirkan di BPS pada tanggal 1 Januari 2008 sampai 31 Desember 2008 yang didapat dari data rekam medik sebanyak 38 ibu. Dengan tehnik sampling jenuh maka sampel ditentukan sebanyak 38 ibu. Hipotesa di uji dengan Chi –kuadrat dengan signifikansi 5%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas berat badan lahir anak normal (2500gr-3500gr). Mayoritas ibu tidak mengalami ruptur perineum. Analisis stasistik mendapatkan hasil 2 = 10,6 1 > tabel =5,59 1 yang berarti Ho ditolak artinya ada hubungan antara berat badan lahir dengan terjadinya ruptur perineum di BPS Desa Kecamatan Kabupaten
Disarankan kepada bidan untuk memberikan penyuluhan serta menganjurkan ibu untuk melakukan senam hamil agar bisa melenturkan otot-otot dinding perineum sehingga ruptur bisa dihindarkan.
Kata kunci : berat badan bayi lahir, ruptur perineum, persalinan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi, yang dapat hidup didunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. Persalinan sangat di pengaruhi oleh ”3P” yaitu janin (passenger), jalan lahir (passage) dan (tenaga) power dan ”2P” yaitu position dan phsycologi (Manuaba, 2005). Persalinan dengan berat badan janin besar dapat meningkatkan resiko komplikasi kehamilan dan persalinan seperti hipertensi dalam kehamilan, polihidramnion (cairan ketuban berlebih), persalinan lama, persalinan sulit misalkannya karena bahu macet, perdarahan pasca persalinan dan Ruptur perineum (Krisnadi, 2009), selain itu resiko berat badan janin besar pada janin itu sendiri adalah terjadinya patah tulang selangka pada saat persalinan (Partiwi, 2009).
Data inpartu di wilayah Kabupaten berdasarkan laporan di Dinas Kesehatan Kabupaten tahun 2008 sebanyak 7920 dan kejadian Ruptur perineum dari jumlah persalinan normal 248 kasus. Di wilayah Kerja Puskesmas mencatat data inpartu 223 pada tahun 2008 dan kejadian Ruptur perineum dari 223 persalinan normal mencapai 84 kasus, dimana 1 kasus Ruptur perineum di rujuk ke Rumah Sakit.
Ruptur perineum menjadi penyebab perdarahan ibu postpartum. Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia. Penelitian yang pernah dilakukan Fitariyanti (2007) di BPS Dwi Yuni angka kejadian Ruptur perineum yang dialami ibu primigravida tahun 2007 masih sangat tinggi yaitu sebanyak 41 orang (65%) dari 63 persalinan normal. Sedangkan yang tidak mengalami Ruptur perineum berjumlah 22 orang. Jumlah bayi yang lahir dengan berat badan > 3100 gr yaitu 32 bayi sedangkan yang < 3.100 gr sebanyak 31 bayi. Dari 32 orang ibu yang melahirkan dengan berat badan bayi > 3.100 gr yang mengalami Ruptur perineum berjumlah 30 orang dan yang tidak mengalami Ruptur perineum 2 orang. Sedangkan dari 31 orang ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan < 3.100 gr yang mengalami Ruptur perineum sebanyak 11 orang dan yang tidak sebanyak 20 orang.
Ruptur perineum dapat terjadi karena adanya robekan spontan maupun episiotomi. Ruptur perineum yang dilakukan dengan episiotomi itu sendiri harus dilakukan atas indikasi antara lain: bayi besar, perineum kaku, persalinan yang kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat baik forceps maupun vacum. Karena apabila episiotomi itu tidak dilakukan atas indikasi dalam keadaan yang tidak perlu dilakukan dengan indikasi di atas, maka menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan pada daerah perineum yang lebih berat. Sedangkan luka perineum itu sendiri akan mempunyai dampak tersendiri bagi ibu yaitu gangguan ketidaknyamanan dan perdarahan, sedangkan Ruptur perineum spontan terjadi karena ketegangan pada daerah vagina pada saat melahirkan, juga bisa terjadi karena beban psikologis mengahadapi proses persalinan dan yang lebih penting lagi Ruptur
perineum terjadi karena ketidaksesuaian antara jalan lahir dan janinnya, oleh karena efek yang ditimbulkan dari Ruptur perineum sangat kompleks (Partiwi, 2009). Ruptur perineum apabila tidak dilakukan penatalaksaan yang benar akan menimbulkan perdarahan, sehingga juga bisa menyebabkan kematian pada ibu post persalinan.
Dari uraian diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang ”hubungan berat badan lahir dengan terjadinya Ruptur perineum spontan persalinan normal ibu primigravida di BPS Desa  Kecamatan Kabupaten 

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Adakah hubungan berat badan lahir dengan terjadinya ruptur perineum spontan pada persalinan normal primigravida di BPS Desa Kecamatan Kabupaten

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahuai hubungan berat badan lahir dengan terjadinya ruptur perineum spontan pada persalinan normal primigravida di BPS Desa Kecamatan Kabupate
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi berat badan lahir di BPS Desa Kecamatan Kabupate
1.3.2.2 Mengidentifikasi terjadinya ruptur perineum spontan persalinan normal primigravida di BPS Desa Kecamatan Kabupaten
1.3.2.3 Menganalisis hubungan berat badan lahir dengan terjadinya ruptur perineum spontan persalinan normal primigravida di BPS Desa Kecamatan Kabupaten

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi bagi institusi pendidikan dalam meningkatkan kemampuan calon-calon bidan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi terjadinya ruptur perineum.
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Dapat dijadikan dasar dalam meningkatkan kemampuan dalam melakukan pertolongan persalinan, sehingga dapat menekan timbulnya ruptur perineum
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat di pakai untuk mnyusun rencana asuhan pada ibu hamil dalam hal psikologinya sehingga kecemasan pada saat persalinan bisa ditekan dan akan menekan pula ruptur perineum.

silahkan download dalam bentuk dokumen word (.doc) KTI SKRIPSI
HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN RUPTUR PERINEUM PERSALINAN NORMAL PADA PRIMIGRAVIDA DI BPS
(Cover; Abstrak; Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian; Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Daftar Pustaka; Kuesioner dan Lampiran)
KLIK DIBAWAH
READ MORE - Hubungan Berat Badan Lahir BBL dengan Ruptur Perineum Persalinan Normal pada Primigravida di BPS

Analisis Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Pada Akseptor KB di Kelurahan

ANALISIS PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK PADA AKSEPTOR KB

ASTRAK
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2006 mencapai 222,2 juta jiwa, sehingga menjadi masalah bagi Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang cepat mempersulit usaha peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Salah satu usaha upaya menurunkan jumlah kelahiran dengan program keluarga berencana, diantaranya dengan menggunakan alat kontrasepsi suntik. Pada tahun 2007 akseptor KB di Indonesia 31,6%. Berdasarkan rekapitulasi hasil pendataan keluarga tingkat kelurahan Harjosari I aseptor KB 3.436 orang. Jumlah akseptor KB suntik 1.354 orang dengan proporsi 3 9,40% merupakan urutan pertama dari akseptor KB di Kelurahan Harjosari I.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis beberapa faktor yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik pada akseptor KB di Kelurahan Tahun. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh akseptor KB yang bertempat tinggal di kelurahan, sampel semua akseptor KB yang berdomisili dilingkungan 12 yang berjumlah 130 akseptor KB.Lingkungan terpilih ditentukan secara purposive. Analisis statistik dilakukan dengan analisis univariat, analisis bivariat dan analisis multivariat.
Dari hasil penelitian prevalens rate yang menggunakan alat kontrasepsi suntik 49,2%. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat dua variabel yang mempunyai hubungan asosiasi yang bermakna antara umur (p=0,027), pengetahuan (p=0,000) dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik dan tidak ada hubungan asosiasi yang bermakna antara pendidikan (p=0,390), pendidikan (p=0,306), umur menikah (p=0,290), paritas (p=0,288) dan dukungan keluarga (p=0,549) dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik. Hasil analisis multivariat di peroleh faktor dominan yang mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi suntik di kelurahan adalah pengetahuan.
Tingginya prevalensi penggunaan alat kontrasepsi suntik maka perlu diupayakan supaya
Beruah ke yang lebih efektif seperti alat kontrasepsi IUD, Implan dan tubektomi karena efek alat kontrasepsi suntik yang dapat menyebabkan gangguan haid serta menambah berat badan akseptor. Penggunaan alat kontrasepsi suntik oleh akseptor KB dengan paritas ≥ 2 orang sebaiknya menggunakan alat kontrasepsi yang lebih efektif yaitu IUD, Implan, tubektomi karena jumlah ≥ anak 2 orang suda h jumlah anak ideal yang merupakan tujuan program KB.
Kata kunci :kontrasepsi suntik,ratio prevalensi.
 
silahkan download KTI SKRIPSI
ANALISIS PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK PADA AKSEPTOR KB
(Cover; Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian; Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran; Daftar Pustaka; Kuesioner dan Lampiran)
KLIK DIBAWAH
READ MORE - Analisis Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Pada Akseptor KB di Kelurahan

Karakteristik Ibu Hamil yang Melaksanakan Antenatal Care Di BPS

KTI SKRIPSI
KARAKTERISTIK IBU HAMIL YANG MELAKSANAKAN ANTENATAL CARE DI BPS

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 1990 WHO meluncurkan strategi MPS (Making Pregnancy Safer) di dukung oleh badan-badan internasional seperti UNFPA, UNICEF dan Word Bank, sebagai upaya untuk menurunkan AKI dan AKB yang masih cukup tinggi dan sebagian besar terjadi di negara-negara berkembang (Saeffudin, 2002). Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Ini berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan kesehatan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu. Kematian ibu di Indonesia pada SDKI 2003 terdata 307 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian perinatal adalah 35 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2003).
Angka kematian bayi di propinsi Lampung diperkirakan pada tahun 2000 berdasarkan proyeksi penduduk BPS menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2001 yaitu sebesar 41 per 1000 kelahiran hidup. Indikasi ini menunjukkan bahwa tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Lampung meningkat dari tahun 2000 ke 2001 dan pada tahun 2002 mengalami sedikit peningkatan yaitu 42 per 1000 kelahiran hidup sedangkan tahun 2003 AKB meningkat menjadi 55 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pencatatan dan pelaporan sudah mengalami peningkatan dan hasil ini belum mencapai target tahun 2003 yaitu 42 per 1000 kelahiran hidup dan target Lampung Sehat 2010 dan Indonesia sehat 2010 yaitu 40 per 1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Lampung, 2005). Angka Kematian Balita di propinsi Lampung Tahun 1980-2003. Balita umur 0-< 5 Tahun. Tahun 1980, 147 per 1000 kelahiran hidup, Tahun 1990, 86 per 1000 kelahiran hidup, Tahun 1995, 75 per 1000 kelahiran hidup, Tahun 1997, 43 per 1000 kelahiran hidup, SDKI 2002-2003 64 per 1000 kelahiran hidup (Sumber : SP 1980, 1990 dan Estimasi Parameter Demografi Indonesia BPS, SDKI 2002-2003 data 2004 dan 2005 belum tersedia di BPS).
Hasil SDKI 2002-2003 angka kematian balita 64 dan angka ini belum mencapai target 58 per 1000 kelahiran hidup. Jumlah balita mati di propinsi Lampung tahun 2004 sejumlah 109 kasus, terbesar di kota Metro (40 kasus) dan terendah di kabupaten Lampung Barat (1 kasus) dan pada tahun 2005 jumlah kasusnya 224 kasus per 165.341 kelahiran hidup. Kasus kematian balita disebabkan oleh permasalahan kesehatan anak dan balita seperti gizi, sanitasi penyakit infeksi dan kecelakaan. Sedangkan angka kematian ibu (AKI) di propinsi Lampung berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2005 adalah terdapat 145 kasus dari 165.347 kelahiran hidup. Jumlah kematian ibu disebabkan pada masa kehamilan dan persalinan. Untuk itu perlu kerja keras dan komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan meningkatkan dukungan terhadap pelayanan dan kesehatan ibu/maternal, baik dalam antenatal care (ANC) dan meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan.
Salah satu upaya Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB adalah negara membuat rencana strategi nasional making pregnancy safer (MPS) di Indonesia 2001-2010 yang menyebutkan bahwa dalam konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010, maka visi MPS adalah “Kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman serta bayi yang dilahirkan hidup sehat” (Saeffudin, 2002). Pengawasan antenatal atau yang sering disebut pemeriksaan kehamilan adalah pelayanan antenatal yang diberikan oleh tenaga ahli profesional yaitu dokter spesialis kebidanan, dokter umum, dokter bukan spesialis yang mempunyai banyak pengalaman dalam kebidanan, bidan, public health care, home help, pemanfaatan jenis pelayanan ANC diharapkan dapat menghasilkan atau memperbaiki status kesehatan ibu hamil. Dalam hal ini pemanfaatan pelayanan ANC yang tepat akan meningkatkan derajat kesehatan ibu dan janin yang akan di lahirkannya sehingga menuju ke keluarga yang sehat dan sejahtera (Sarwono Prawirohardjo, 2002).
Pemanfaatan pelayanan antenatal oleh seorang ibu hamil dapat dilihat dari cakupan pelayanan antenatal. Peningkatan pelayanan kesehatan antenatal dipengaruhi oleh pemanfaatan pengguna pelayanan antenatal. Dengan tidak dimanfaatkannya sarana pelayanan antenatal dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti: ketidakmampuan dalam hal biaya, lokasi pelayanan yang jaraknya terlalu jauh atau petugas kesehatan tidak pernah datang secara berkala (Sarwono Prawirohardjo, 2002). Dengan demikian untuk meningkatkan hasil cakupan ibu hamil ada beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian. Di samping faktor ibu hamil sendiri (karakteristik) untuk memeriksakan kehamilanya maka, faktor biaya, petugas pelayanan kesehatan, sarana dan fasilitas kesehatan yang tersedia merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan cakupan ibu hamil. Alasan penulis mengambil di BPS Desa Kecamatan Kabupaten karena di desa tersebut terdapat 810 PUS (Pasangan Usia Subur). Dari 810 PUS tersebut terdapat 16 PUS yang telah hamil (primigravida) dan 14 lainnya multigravida dan penulis ingin mengetahui karakteristik ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di BPS Desa Kecamatan Kabupaten.

B. Perumusan Masalah
Bagaimana karakteristik ibu hamil yang melaksanakan antenatal care di BPS Desa  Kecamatan ?
C. Ruang Lingkup
- Jenis penelitian : deskriptif
- Objek penelitian : karakteristik ibu hamil yang melaksanakan antenatal care.
- Subjek penelitian : seluruh ibu hamil baik primigravida maupun multigravida.
- Lokasi penelitian : BPS. desa kecamatan
- Waktu penelitian : Bulan Oktober sampai dengan bulan Mei.
- Alasan penelitian : - Untuk mengetahui karakteristik ibu hamil yang melaksanakan antenatal care.
- Jumlah PUS yang meningkat di Desa
- Jumlah ANC di BPS meningkat oleh karena jumlah PUS di desa tersebut yang meningkat pula.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik tentang ibu hamil yang melaksanakan ANC di BPS Desa  Kecamatan
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran umur ibu hamil yang melaksanakan ANC di BPS Desa  Kecamatan.
b. Untuk mengetahui gambaran pendidikan ibu hamil yang melaksanakan ANC di BPS Desa  Kecamatan.
c. Untuk mengetahui gambaran tentang paritas ibu hamil yang melaksanakan BPS Desa  Kecamatan.
d. Untuk mengetahui gambaran tentang tingkat pendapatan keluarga ibu hamil yang melaksanakan ANC di BPS Desa  Kecamatan.
e. Untuk mengetahui gambaran tentang jarak lokasi BPS ke rumah ibu hamil yang melaksanakan ANC di BPS Desa  Kecamatan.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi BPS
Sebagai masukan dalam rangka meningkatkan konseling dalam pelayanan antenatal care di wilayah BPS
2. Bagi Masyarakat Khususnya Ibu Hamil
Agar ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standar pelayanan kebidanan, sehingga apabila diketahui resiko kehamilan secara dini dapat dilakukan tindakan lebih lanjut atau rujukan segera bila diperlukan.
3. Bagi Perkembangan Ilmu
Diharapkan semakin bertambahnya zaman dan ilmu, angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) dapat turun dengan pelan-pelan karena tenaga kesehatan yang makin profesional dan masyarakat yang semakin kritis.
4. Bagi Akademi Kebidanan
Sebagai sumber referensi, sumber bahan bacaan dan bahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan asuhan kebidanan pelayanan antenatal.
5. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti bahwa ibu hamil perlu atau harus di lakukan pengawasan untuk menghindari bahaya yang terjadi pada masa kehamilan, persalinan dan nifas sehingga penulis dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ibu hamil dalam melaksanakan ANC.
silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI SKRIPSI
KARAKTERISTIK IBU HAMIL YANG MELAKSANAKAN ANTENATAL CARE DI BPS
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran, Daftar Pustaka, Kuesioner/Lembar Observasi, Lampiran)
READ MORE - Karakteristik Ibu Hamil yang Melaksanakan Antenatal Care Di BPS

Gambaran Penatalaksanaan Cara Memandikan Neonatus 0-7 Hari Terhadap Ibu Nifas di BPS


GAMBARAN PENATALAKSANAAN CARA MEMANDIKAN NEONATUS
0-7 HARI TERHADAP IBU NIFAS DI BPS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu kedokteran semakin hari semakin berkembang, demikian juga dengan penemuan tentang cara memandikan bayi baru lahir. Dahulu bayi yang baru lahir biasanya langsung dimandikan, baik itu oleh bidan maupun dukun beranak. Saat itu memandikan bayi yang baru lahir secara langsung merupakan prosedur dalam bidang kedokteran. Tujuannya karena bayi yang berlumuran darah, lendir, mekonium atau kotoran bayi yang warnanya hitam kental, air ketuban, dan lemak berwarna putih yang kelihatan sangat menjijikkan. Saat ini sudah berubah, sekarang bayi baru lahir baru dimandikan enam jam dari waktu kelahirannya atau setelah suhu tubuhnya stabil.
Bayi yang baru lahir sebaiknya tidak dimandikan walaupun dengan air hangat, karena belum bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Jika bayi dibasahi dengan air maka panas yang ada dalam tubuhnya akan terambil sehingga suhu tubuhnya akan turun drastis. Jika bayi yang baru lahir kehilangan suhu tubuh, darah yang mengalir dalam tubuh yang berfungsi membawa oksigen ke seluruh tubuhnya akan berkurang. Dengan demikian beberapa organ tubuh akan membiru, misalnya tangan, wajah, kaki dan kulit. Bukan hanya itu, akibat kekurangan oksigen tersebut maka beberapa sel-sel tubuh akan mengalami kerusakan, terutama sel-sel di daerah otak yang sensitif. Bagaimana jika sel-sel disekitar otak mengalami kerusakan, apa yang akan terjadi pada bayi kita kelak?.
Mandi untuk bayi bukan hanya untuk membersihkan tubuh tetapi mandi merupakan hal yang sangat menyenangkan bayi. Untuk orang tua mandi merupakan alat komunikasi antara orang tua dengan bayi, karena saat mandi orang tua biasanya melakukan sentuhan, usapan dan berbicara langsung walaupun bayi tidak mengerti arti ucapan tersebut.
Memandikan bayi bagi ibu nifas merupakan pekerjaan yang berat dan membingungkan karena kondisi tali pusat bayi yang masih basah, di tambah lagi dengan kondisi ibu setelah proses persalinan yang melelahkan dan bertambah sulit jika ibu bersalin post sesio secarea atau post vakum. Namun jika mereka mengetahui pedoman memandikan bayi karena sebelumnya sudah pernah memiliki anak maka hal itu bukanlah pekerjaan yang berat terkadang ibu nifas menyerahkan anaknya pada baby sitter, pembantu atau kepada orang tanya untuk memandikan sang bayi, bahkan terkadang orang tua ditahan tinggal di rumahnya sampai berbulan-bulan agar ada yang memandikan sang buah hati. Padahal jika ada kemauan, memandikan bayi ini bukan merupakan hal yang sulit (Dr. Bona Simanungkalit, DH.SM., M.Kes., 2007).
Dalam penelitian ini peneliti membatasi cara memandikan bayi dengan: mengukur suhu air menggunakan siku/punggung tangan, membersihkan mata bayi dengan kapas basah, menggunakan shampoo dan menyabuni dengan waslap, cara memegang bayi saat memandikan, membersihkan tali pusat saat memandikan dan cara membersihkan kemaluan.
Dari hasil pra survey pada bulan Februari sampai bulan Maret ternyata di wilayah kerja BPS Desa Kecamatan jumlah ibu bersalin sebanyak 40 orang, dari hasil presurvey pada ibu nifas diketahui bahwa dari kempat puluh orang ibu nifas tersebut 27 diantaranya belum dapat memandikan bayinya dengan benar, hal ini diketahui pengamatan para ibu pada saat memandikan dan beberapa pertanyaan yang diajukan kepada para ibu nifas mengenai cara memandikan bayinya serta dari banyaknya ibu nifas yang menanyakan tentang bagaimana cara memandikan bayinya, karena kebanyakan dari mereka masih takut untuk memandikan bayinya sendiri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan permasalahan penelitian yaitu “Bagaimana Penatalaksanaan Cara Memandikan Neonatus 0-7 Hari Terhadap Ibu Nifas di BPS"

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut:
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu Nifas di BPS
3. Objek Penelitian : Cara Memandikan Neonatus 0-7 hari.
4. Lokasi Penelitian : BPS
5. Waktu Penelitian :
6. Alasan Penelitian : berdasarkan pra suvey ternyata banyak ibu nifas yang belum memandikan bayinya.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah diketahuinya Gambaran Penatalaksanaan Cara Memandikan Neonatus 0-7 Hari terhadap Ibu Nifas di BPS

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman dalam melakukan penulisan ilmiah, menambah pengetahuan dan wawasan penulis.
2. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai masukan guna meningkatkan dan memaksimumkan pelayanan kepada ibu nifas dan neonatus.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya untuk dapat menambah referensi perpustakaan untuk bahan acuan penelitian yang akan datang.
4. Bagi Iptek (Depkes)
Sebagai ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan.

silahkan download dalam bentuk dokumen word
GAMBARAN PENATALAKSANAAN CARA MEMANDIKAN NEONATUS
0-7 HARI TERHADAP IBU NIFAS DI BPS
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran, Daftar Pustaka, Kuesioner/Lembar Observasi, Lampiran)

READ MORE - Gambaran Penatalaksanaan Cara Memandikan Neonatus 0-7 Hari Terhadap Ibu Nifas di BPS
tes