Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Gizi Buruk pada Balita

KTI SKRIPSI
Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Gizi Buruk pada Balita


I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Derajat kesehatan yang tinggi dalam pembangunan ditujukan  untuk  mewujudkan  manusia  yang  sehat,  cerdas,  dan  produktif. Salah satu unsur penting dari kesehatan  adalah masalah  gizi. Gizi sangat penting  bagi  kehidupan.  Kekurangan  gizi  pada  anak  dapat  menimbulkan beberapa   efek   negatif   seperti   lambatnya   pertumbuhan   badan,   rawan terhadap   penyakit,   menurunnya   tingkat   kecerdasan,   dan   terganggunya mental  anak.  Kekurangan  gizi  yang  serius  dapat  menyebabkan  kematian anak  (Suwiji, 2006)
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber  daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik.  Status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik. Apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional. Secara perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2007 ).
Kesepakatan global berupa Millenium Development Goals (MDGS)  yang terdiri dari 8 tujuan,  18 target dan 48 indikator, menegaskan bahwa  pada tahun 2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Untuk Indonesia, indikator yang digunakan adalah peresentase anak berusia di bawah 5 tahun (balita) yang mengalami gizi buruk (severe underweight) dan persentase anak-anak berusia 5 tahun (balita) yang mengalami gizi kurang (moderate underweight) (Ariani, 2007).  
Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang  tidak  mencukupi  kebutuhan  badan.  Anak  balita  (1-5  tahun)  merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (KEP) atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi. (Himawan, 2006).
Masalah gizi makin lama makin disadari sebagai salah satu faktor penghambat proses pembangunan nasional. Masalah gizi yang timbul dapat memberikan berbagai dampak diantaranya meningkatnya Angka Kematian Bayi dan Anak, terganggunya pertumbuhan dan menurunnya daya kerja, gangguan pada perkembangan mental dan kecerdasan anak serta terdapatnya berbagai penyakit tertentu yang diakibatkan kurangnya asupan gizi. Masalah kekurangan zat gizi ada 4 yang dianggap sangat penting yaitu; kurang energi-protein, kurang Vitamin A, kurang Yodium (Gondok Endemik) dan kurang zat besi (Anemia Gizi Besi), (Paramata, 2009).
Kurang gizi atau gizi buruk dinyatakan sebagai penyebab tewasnya 3,5 juta anak di bawah usia lima tahun (balita) di dunia. Mayoritas kasus fatal gizi buruk berada di 20 negara, yang merupakan negara target bantuan untuk masalah pangan dan nutrisi. Negara tersebut meliputi wilayah Afrika, Asia Selatan, Myanmar, Korea Utara, dan Indonesia. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Inggris The Lanchet ini mengungkapkan, kebanyakan kasus fatal tersebut secara tidak langsung menimpa keluarga miskin yang tidak mampu atau lambat untuk berobat, kekurangan vitamin A dan zinc selama ibu mengandung balita, serta menimpa anak pada usia dua tahun pertama. Angka kematian balita karena gizi buruk ini terhitung lebih dari sepertiga kasus kematian anak di seluruh dunia (Malik, 2008).
Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang jelek (Irwandy, 2007).
Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi (20%), maupun target Millenium Development Goals pada 2015 (18,5%) telah tercapai pada 2007. Namun demikian, sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara,Sumatera Barat, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2008).
Tahun 2005 ditemukan 1,8 juta balita  dengan status gizi buruk, dan dalam waktu yang sangat singkat menjadi 2,3 juta di tahun 2006. Sekitar 37,3 juta penduduk hidup dibawah garis kemiskinan, separo dari total rumah tangga mengkonsumsi kurang dari kebutuhan sehari-hari, 5 juta balita berstatus gizi kurang, dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang gizi (Hadi, 2005).
Hasil pemantauan Dinas Kesehatan Kabupaten tahun 2007 dari 24.248 balita yang ditimbang se Kabupaten 494 balita atau dua persen diantaranya mengalami gizi buruk. Selain dibeberapa daerah kabupaten juga banyak ditemukan kasus gizi buruk misalnya di kabupaten Bone Bolango.
Berdasarkan data yang diperoleh dari survey Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun bahwa jumlah balita di kabupaten yaitu 11.657 jiwa, dimana penderita gizi buruk sebanyak 628 (5,4 %) jiwa dan jumlah penderita gizi kurang sebanyak 2.493 (21,4 %) jiwa.
Data mengenai status gizi balita di Puskesmas Kecamatan tahun menunjukkan dari sejumlah 823 balita terdapat 426 balita gizi baik, 133 balita gizi kurang (16,16%) dan 56 balita gizi buruk (6,3%). Dari data di atas dapat dilihat bahwa masih tingginya jumlah kasus, baik kasus gizi kurang maupun kasus gizi buruk pada tahun di wilayah kerja Puskesmas .Dari jumlah penderita gizi buruk diatas, dapat dikategorikan masih tinggi dibanding jumlah standar nasional yang ditetapkan  yaitu <1% dan untuk kejadian gizi kurang <15%.
Dari latar belakang inilah maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor Risiko kejadian gizi buruk pada balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kabupaten tahun di tinjau dari pola makan, tingkat pengetahuan gizi ibu, tingkat pendapatan, dan penyakit infeksi.


B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut:
1.    Berapa besar faktor risiko pola makan terhadap kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun ?
2.    Berapa besar faktor risiko tingkat pengetahuan gizi ibu dengan kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun ?
3.    Berapa besar faktor risiko tingkat pendapatan terhadap pola asuh ibu dengan kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun ?
4.    Berapa besar faktor risiko tingkat penyakit infeksi terhadap pola asuh ibu dengan kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun ?

C.    Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum

Untuk mengetahui Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun ditinjau dari Pola Makan, Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu, Tingkat Pendapatan, dan Penyakit Infeksi.

2.    Tujuan Khusus

a.    Untuk mengetahui faktor risiko pola makan terhadap kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun .
b.    Untuk mengetahui faktor risiko tingkat pengetahuan gizi ibu terhadap kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun
c.    Untuk mengetahui faktor risiko tingkat pendapatan terhadap kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun
d.    Untuk mengetahui faktor risiko penyakit infeksi terhadap kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun

D.    Manfaat Penelitian

1.    Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan menjadi salah satu sumber bacaan bagi para peneliti dimasa yang akan datang.
2.    Manfaat Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan masukan bagi Dinas Kesehatan khususnya bagi Puskesmas Paguyaman Pantai serta pihak lain dalam menentukan kebijakan untuk menekan dan menangani kasus gizi buruk dan gizi kurang pada bayi/anak balita.
3.    Manfaat Praktis
Untuk mengetahui dan mendapatkan pengalaman yang nyata dalam melakukan penelitian khususnya mengenai beberapa faktor yang berhubungan dengan status gizi balita.
silahkan download KTI SKRIPSI
Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Gizi Buruk pada Balita
KLIK DIBAWAH 

Tidak ada komentar:

Arsip Blog

tes