Prilaku Sikap dan Tindakan Keluarga Tentang Pencegahan DBD di Wilayah Kerja Puskesmas

KTI SKRIPSI
PRILAKU SIKAP DAN TINDAKAN KELUARGA TENTANG PENCEGAHAN DBD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

BAB I
PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus yang dibawah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti biasanya ditandai dengan demam yang bersifat birasik selama 2 – 7 hari. Atechia dan adanya manifestasi pedarahan.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk (www.google.com).
Di Indonesia demam berdarah dari 1 Januari – 10 Agustus 2005 di seluruh Indonesia mencapai 38.635 orang sebanyak 539 penderita diantaranya meninggal dunia menurut catatan dinas kesehatan Sumatera Selatan. Jumlah kasus DBD di Sumatera Selatan sebanyak 286 kasus pada Januari dan 159 kasus pada awal sampai pertengahan Februari 2005. Jumlah penderita sejak Januari 2005 mencapai 445 kasus. Palembang merupakan kota dengan jumlah penderita DBD terbanyak yaitu 192 orang pada Januari, dan 57 orang pada Januari.
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan didaerah tropis dan subtropics Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD ditiap tahunnya sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009. Word Health Organization (WHO) mencatat Negara Indonesia sebagai negara dengan kasus demam berdarah tertinggi di Asia Tenggara, dari jumlah keseluruhan kasus tersebut sekitar 95% terjadi pada anak.
Di Sumatera Utara, Mei 2009 tercatat 1349 kasus demam berdarah dengan angka kematian 17 orang, jumlah tersebut hasil rekapitulasi setiap Kabupaten / Kota. dari data itu diketahui angka kesakitan atau insiden rate (1A) hingga Mei 2009 ada 10.37% dari 100.000 penduduk dan angka kematian atau case fatality (CPR) mencapai 1.26%. (http://berita sore.com/2000).
Medan tahun diprediksi puncak terjadinya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada bulan Juli, untuk itu masyarakat dihimbau agar selalu menjaga kebersihan dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
Sedangkan kecamatan yang terbanyak jumlah penderita DBD yaitu Helvetia, Sunggal, Johor Baru, Denai Medan kota, sementara berdasarkan insiden rate (angka kejadian) dibanding jumlah penduduk yaitu Kecamatan Medan Baru berdasarkan kasus berada di Kecamatan Medan Helvetia (http.detinkesulsel.Word Press.com).
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Sumatera Utara pada tahun 2009 berjumlah 3.2.10 penderita yang meninggal 38 orang itu adalah data yang terkumpul hingga November daerah penderita terbanyak adalah Medan dengan 1275 orang dan 10 orang yang meninggal.
Dilihat dari angka kematian diatas satu persen, maka penyakit DBD lebih berbahaya dari Flu HINI, kata Kepala Dinas Kesehatan  Kepala Seksi Penanggulangan dan Pemberantasan Penyakit yang bersumber dari binatang (P3B2) jumlah

1.2 Rumusan Masalah
    Bagaimana Prilaku Keluarga Tentang Pencegahan Demam Berdarah di wilayah Kerja Puskesmas  Tahun .

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuam Umum
Untuk mengetahui prilaku sikap dan tindakan keluarga tentang pencegahan demam berdarah diwilayah Kerja Puskesmas.

1.3.2 Tujuan Khsus
-  Untuk mengetahui prilaku keluarga tentang pencegahan demam berdarah dengue di wilayah Kerja Puskesmas
-    Untuk mengetahui sikap keluarga tentang pencegahan demam berdarah dengue di wilayah Kerja Puskesmas
-    Dan untuk mengetahui tindakan keluarga tentang pencegahan demam berdarah dengue di wilayah Kerja Puskesmas

1.4 Manfaat Penelitian
-    Hasil Penelitian ini dapat digunakan untuk masukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan keluarga tentang penyakit demam berdarah dengue, baik gejala, penyebab, pencegahan maupun pengobatan.
-    Sebagai informasi ilmu pengetahuan masyarakat khususnya kasus penyakit demam berdarah dengue yang ada dilingkungannya.
silahkan download KTI SKRIPSI
PRILAKU SIKAP DAN TINDAKAN KELUARGA TENTANG PENCEGAHAN DBD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
KLIK DIBAWAH 
READ MORE - Prilaku Sikap dan Tindakan Keluarga Tentang Pencegahan DBD di Wilayah Kerja Puskesmas

Prilaku Pasien Penderita Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di RSU

KTI SKRIPSI
PRILAKU PASIEN PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RSU

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
Ginjal adalah salah satu organ sistem kemih atau uriner (traetsu urinalius)  yang bertugas menyaring dan membuang cairan, sampah metabolisme dari dalam tubuh seperti diketahui setelah  msel-sel tubuh mengubah, makanan menjadi energi, maka akan dihasilkan  pula sampah sebagai hasil sampingan dari proses metabolisme tersebut yang harus dibuang segera agar tidak meracuni tubuh (Vita Health, 2008. hal 1.1)
Gagal ginjal (renal atau Kidncy Falture) adalah kasus menurun fungsi ginjal yang terjadi secara akut (kambuhan) maupun kronis (menahun). Dikatakan gagal ginjal akut (acute renal falture), tetapi kemudian dapat kembali normal setelah penyebabnya dapat segera diatasi. Gagal ginjal kronis sama dengan hipertensi, penyakit ikutan yang saling berkaitan, termasuk silent killer yaitu penyakit mematikan.
Gagal ginjal juga bisa juga sebagai akibat penyakit ginjal turunan. Namun,  menurut Dr,  Tunggul Situmorang SpPd. RGIT, Direktur Utama Rs. Eikini, kalau dulu. Penderita radang ginjal kronis tahap akhir disebabkan oleh radang ginjal menahun.  Sekarang sudah penyebabnya ke komplikasi penyakit metabolik dan penyakit generatif .
Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Menurut  data dari Penetri (Persatuan Netrologi Indonesia) di perkirakan ada 70  ribu  penderita ginjal di Indonesia, indonesia termasuk negara  dengan tingkat penderita gagal ginjal cukup tinggi. Namun yang terdeteksi menderita gagal ginjal kronis tahap terminal dari mereka yang menjalani cuci darah (emodialim)  hanya sekitar 4 ribu – 5 ribu saja  ini dari  jumlah  penderita ginjal  yang mencapai 4500 orang. Banyak penderita yang meninggal dunia akibat tidka mampu berobat dan cuci darah yang bianya sangat mahal ”kata Sri  Soedarsono Ketua Yayasan Pembinan Asuhan Bunda (YPAB)  Rumah Sakit  Khusus Ginjal (RSKG) di sela acara peringatan  ulang  tahun Ke-16 Rumah sakit tersebut.  Ditambahkan oleh dr. Rully MA Roesli PhD, SpPd-KGH Internis Neurologis Ny R.A Habibie yang juga ketua yayasan peduli ginjal dalam seminar ”Hidup Sehat Dengan Gagal Ginjal” di Semarang, gagal ginjal tergolong jenis penyakit dengan gejala yang kurang jelas, khususnya pada stadium awal. Gagal ginjal bisa semua menyerang semua golongan umur pria dan wanita tidak memandang tingkatan ekonomi. (Vita Health,2008, hal 9).
 Di negara maju, angka penderita  gangguan ginjal cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya angka kejadian penyakit gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Tahun 1996 terjadi 166.000 kasus. GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada tahun 2000 menjadi 372.000 kasus. angka ini diperkirakan, amsih akan terus naik. Pada tahun pada tahun 2010 jumlahnya diperkirakan lebih dari 650.000 kasus.
Selain diatas, sekitar 6 juta hingga 20 juta individu di Amerika diperkirakan mengalami GGK (gagl ginjal kronis) tahap awal. Hal yang sama juga terjadi di Jepang di negeri Sakura itu, pada akhir tahun 1996 di dapatkan sebanyak 167.000 penderita yang menerima, terapi pengganti ginjal. Sedangkan tahun 2000 terjadi peningkatan lebih dari 200.000 penderita. (Santoso Djoko, 2008. Hal 2).
Hingga tahun 2015 diperkirakan sebanyak 36 juta orang warga meninggal akibat gagal ginjal,  penyajit ginjal  kronik  merupakan penyakit yang diderita oleh 1 dari 10 orang dewasa. Di Indonesia, kata rachmat penyakit gagal ginjal kronik semakin banyak diderita masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari data kunjungan ke poli ginjal, hipertensi di rumah sakit dan semakin banyaknya penderita yang harus mengalami cuci darah.
Pada tahun 2008 jumlah pasien mencapai 2260 orang, salah satu faktor penyebab meningkatnya angka penderita gagal ginjal dari tahun ke tahun di dunia ini salah satunya. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap infeksi dini penyakit tersebut. (http://vida-ners. Blogspot.com).
Bila seseorang mengalami penyakit ginjal kronik sampai pada stadium 5 atau telah mengalami penyakit ginjal kronik (gagal ginjal) dimana laju filtrasi glomerulus (15 ml/menit) ginjal tidak mampu lagi menjalankan seluruh fungsinya dengan baik maka dibutuhkan. Terapi untuk menggantikan fungsi ginjal. Hingga saat ini dialisis dan transplantasi ginjal adalah tindakan yang efektif sebagai terapi untuk gagal ginjal terminal (Nikon D. Cahyaningsih, 2009. hal:1).
 Karena fungsi ginjal yang demikian   kompleks  dan penting apabila satu fungsinya tidak dapat dilakukan, ginjal dapat dianggap gagal dan mempunyai akibat yang menyengsarakan dan berlarut-larut. Gagal ginjal bisa terjadi sewaktu-waktu tetapi umumnya gagal ginjal terjadi secara bertahap dan bisa diperlambat atau dihentikan jika dilakukan pemeriksaan secara dini. (Milriy, 2002).
Di Sumatera Utara tepatnya di rumah sakit umum pusat Haji. Jumlah penderita GGK yang menjalani Hemodialisa pada bulan Desember yang berjumlah 186 orang.
Ketika Penulis meninjau  PBI (praktek belajar lapangan pada tahun 2009 lalu. Penulis melihat bahwa penderita gagal ginjal yang menjalani terapi hemodaralisa bukan saja orang dewasa diatas 40 tahun keatas melainkan ada yang berusia 25 tahun. Penulis berpikir bahwa perilaku pasien juga sangat berpengaruh dalam menjalani terapi hemodralisa, setelah dilakukan survey pada tanggal 22 – 28 Maret, penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisa di RSU  pada tahun jumlah 238 orang dan bulan Maret jumlah pasien cuci darah berkisar 40 orang.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat di rumusan masalah Bagaimana ” Prilaku Pasien Penderita Gagal Ginjal Kronik yang menjalani terapi Hmodialisa di RSU”

1.3    Tujuan Penelitian
1.3.1    Tujuan Umum
Untuk mengetahui ”Prilaku Pasien Penderita Gagal Ginjal Kronik yang mengalami terapi Hemodialisa di RSU”

1.3.2    Tujuan Khusus
- Untuk mengetahui pengetahuan pasien penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa
-   Untuk mengetahui sikap pasien penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa
-   Untuk mengetahui tindakan pasien penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa

1.4    Manfaat Penelitian
-  Sebagai wahana bagi penulis untuk memperoleh informasi tentang riset keperawatan bagi
   mahasiswa/i sebagai bahan masukan yang penting untuk dikembangkan pada penelitian selanjutnya
-   Bagi penderita gagal ginjal kronik :
    Sebagai informasi tentang bahaya penyakit gagal ginjal dan pentingnya tindakan hemodialisa bagi
    hidup penderita gagal ginjal kronik
-   Bagi instansi
    Supaya dapat melihat faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat penderita gagal ginjal
    kronik untuk mengalami hemodialisa
-   Untuk Peneliti
    Adanya pengalaman baru bagi peneliti dan sebagai bahan rujukan atau contoh bagi peneliti lain
    untuk melakukan penelitian
silahkan download KTI SKRIPSI
PRILAKU PASIEN PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RSU
KLIK DIBAWAH 
READ MORE - Prilaku Pasien Penderita Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di RSU

Peran Perawat dalam Melaksanakan Tindakan Imobilisasi Pada Pasien Caesarea di Rawat Inap RSU

KTI SKRIPSI
PERAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN TINDAKAN IMOBILISASI PADA PASIEN CAESAREA DI RAWAT INAP RSU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Mobilisasi  mengacu pada  kemampuan seseorang dan mobilisasi   mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk  bergerak dengan bebas. Mobilisasi  parsial. Beberapa klien mengalami kemunduran selanjutnya  berada diantara rentang mobilisasi –mobilisasi. Tetapi pada klien lain, berada  pada kondisi imobilisasi  mutlak dan berlanjut sampai  jangka waktu tidak terbatas.
Mobilisasi atau imobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,  mudah teratur dan mencapai tujuan dalam  rangka pemenuhan kebutuhan hidup, hal ini penting untuk kemandirian klien.
Mobilisasi merupakan faktor yang menonjol  dalam mempersepsi  pemulihan pasca  beda post partum persalinan caesar.
Di sekitar kesehatan sendiri, upaya yang dilakukan akan lebih mengutamakan upaya kuratif, promotif, tanpa meninggalkan preventif dan rhabilitatif. Tindakan bedah sectio  caesaria merupakan upaya untuk mengobsti (kuratif)  suatu penyakit dan meringankan untuk dapat menyelamatkan nyawa ibu maupun janin.  Bedah caesar kadar menjadi alternatif perslainan yang mudah dan nyaman.
Imobilisasi  keperawatan adalah mobilisasi yang dilakukan perawat untuk memperlancarkan peredaran darah, mempercepat terjadinya platus dan menghindari komplikasi lainnya. Tindakan imobilisasi  dibantu oleh perawat  agar pasien mau melakukan  tindakan mobilisasi dini dengan  mengabsikan rasa malas dan sedikit nyeri  juga rumor yang berpendapat bahwa jika banyak  bergerak setelah operasi maka  jahitan operasi akan lepas.
Menurut  WHO tentang 3.509 kasus sectio caesar  pada  tahun 2009, indikasi sectio  caesaris adalah disporporsi repcio peluik (21%), sedangkan indikasi  lain  adalah gawat janin (14%)  plasenta pravis (11%), sectio caecaris (30%), preelamsi dan hipertensi (7%).
Nmaun berkat kemajuan antibiotik, tranfusi darah, anartesi dan tehnik  operasi lebih sempurna kecenderungan untuk melakukan  operasi ini tanpa dasar indikasi yang cukup kuat.
Survei sederhana pernah dilakukan  oleh Prf.  Dr. Gulardi dan Dr. A Bassalomah  terhadap 64 rumah sakit  di Indonesia hasilnya tercatat 18.665 kelahiran pada tahun 2009. dari angka kelahiran tersebut, sebanyak 19.5%, 27.3% diantaranya merupakan  operasi caesar  karena danya komplikasi  chepao pelvis disprotion/CPO (ukuran lingkar pinggul ibu tidka sesuai tingkat kepala janin).
Berikutnya operasi caesar akibat pendarahan hebat yang terjadi  selama persalinan sebanyak 11.8%-21%  dan kelahiran caesar  karena janin sungsang berkisar 43%-81.7%. data  lain yang didapat  dari RSUP N. Cipto  mengunkusumo  Jakarta. Tahun 2000-2009 menyebutkan  bahwa dari jumlah persalinan sebanyak 404/bulan 30% diantaranya merupakan persalinan caesar, 52.5%  adalah kelahiran spontan,  sedangkan sisanya dengan bantuan  alat seperti occum  dna forsep. Berdasarkan persentase kelahiran caesar tersebut, 13.7%  disebabkan oleh gawat janin (denyut jantung janin lemah menjelang persalinan) dan 24%  karena ukuran janin terlalu besar  sehingga tidak dapat melewti  pinggul ibu. Sisanya  sekitr 13.9%  dilakukan tanpa melakukan  pertimbangan medis.
Peran perawat  sebagai pemberi  asuhan keperawaan dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan  keadaan  kebtuhan dasar manusia  yang  dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga  dapat ditentukan  diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan tepat  sesuai dengan tingkat kebutuhan  dasar manusia kemudian dapat  dievaluasi tingkat perkembangannya.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan  permasalahan diatas penulis mengambil penelitian  yang berjudul peran perawat dalam  melaksanakan tindakan imobilisasi pada pasien  caesar di  ruang  rawat inap di R.S. .

1,3 Tujuan Penelitian
1.3.1    Tujuan Umum
Untuk mengetahui peran perawat dalam melaksanakan tindakan imobilisasi  pasien caesar di rawat inap di R.S. .
1.3.2   Tujuan Khusus
-    Untuk mengetahui peran perawat dalam melaksanakan tindakan mobilisasi pasien caesar
-    Untuk mengetahui  distribusi definisi caesar
-    Untuk mengetahui  peran perawat dalam memberi  informasi  tentang tindakan imobilisasi pasien caesar berdasarkan posisi imobilisasi yaitu  
1.    Posisi litothomy             4. Tansderenburg      
2.    Gena Pectoral             5. Posisi Fowler
3.    Dorsal Recumbent         6. Posisi Sims

1.4    Sasaran
Adapun  sasaran penelitian ini para perawat di rawat inap di RS.

1.5    Waktu Penelitian
Waktu penelitian pelaksanaan pada bulan Juni

1.6    Manfaat Penelitian
Merupakan bahan informasi dan menambah pengetahuan  untuk penelitian kasus tersebut.

1.7   Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan peneliti bersifat deskriptif yaitu peran perawat dalam melaksanakan tindakan imobilisasi pasien caesar di rawat inap di RS. 
silahkan download KTI SKRIPSI
PERAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN TINDAKAN IMOBILISASI PADA PASIEN CAESAREA DI RAWAT INAP RSU
KLIK DIBAWAH 
READ MORE - Peran Perawat dalam Melaksanakan Tindakan Imobilisasi Pada Pasien Caesarea di Rawat Inap RSU
tes