Penyakit-penyakit dalam kehamilan

Penyakit-penyakit dalam kehamilan:

A. Penyakit Saluran Napas
Kehamilan akan menimbulkan perubahan yang luas terhadap fisiologi pernapasan. Ada empat faktor penting yang terjadi dalam kehamilan yang erat hubungannya dengan fungsi pernapasan.
Rahim yang membesar karena kehamilan akan mendorong diafragma ke atas, sehingga rangga dada menjadi sempit, gerakan paru akan terbatas untuk mengambil oksigen selama pernapasan, dan untuk mengatasi kekurangan 02 ini pernapasan menjadi cepat (hiperventilasi).
Perubahan hormonal, terutama hormon progesteron yang meningkat selama kehamilanya membuat otot-otot saluran pernapasan menjadi kendor, dan ini juga akan mendorong terjadinya hiperventilasi.
Meningkatnya volume darah dan cardiac output dalam usaha menyelamatkan Janin serta memenuhi kebutuhan metabolik ibu yang meninggi.
Perubahan imunologik. Faktor daya tahan tubuh ibu sangat erat hubungannya dengan timbulnya penyakit saluran napas selama kehamilan. Kadar imunoglobulin F (IgE) mungkin menaik atau menurun pada seorang wanita hamil. Bila kadar IgE pada penderita asma yang hamil meningkat, ternyata hal ini menyebabkan penderita Icbilv rentan dan lebih sering dapat serangan asma atau lebih berat.

Macam Penyaki Saluran Pernafasan
1. Influensa
Wanita hamil lebih mudah diserang penyakit influensa. Epidemi yaag hebat yang terjadi tahun 1957-1958, menyebabkan kematian ibu yang meningkat. Pada kca(i.v,m biasa, tidak banyak pengaruhnya pada ibu atau pun pada janin. Pengobatan p.nl.r penderita influensa harus dilaksanakan dengan baik, dengan banyak istirahat, banyak minum, dan kalau perlu diberi
analgetika atau antibiotika dan harus d: penggunaan obat-obat batuk yang sifatnya supresi dan obat antihistamin Tidak ada indikasi tindakan abortus provokatus pada penderita hamil influensa. Bila ada komplikasi ke arah pneumonia penderita segera dirawat da antibiotika. Perawatan harus intensif.

2. Bronkitis
Bronkitis akut dapat disebabkan oleh virus atau bakteri. Perlu pengobatan yai dan cepat, agar penyakit tidak menular ke paru-paru sehingga timbul pneu Bila timbul pneumonia, angka mortalitas ibu cukup tinggi dan pada janii terjadi abortus atau partus prematurus.
Pengobatan: penderita harus banyak istirahat baring, minum banyak, dar obat-obat bronkodilator. Antibiotika ampisilin 200 - 500 mg peroral tiap 6 jam sangkaan ada infeksi bakteri. Lakukan pengambilan sputum untuk biakan kepekaan kuman. Kemudian pemberian antibiotika yang lebih tepat bila

3. Pneumonia
Pneumonia dalam kehamilan merupakan penyebab kematian non obstetri terbesar setelah penyakit jantung. Oleh karena itu pneumonia harus segera di dalam kehamilan, segera dirawat dan diobati secara intensif untuk m( timbulnya kematian janin/'ibu, terjadinya abortus, persalinan prematur atau ks dalam kandungan. Pneumonia dapat disebabkan oleh virus, bakteri maul kimia. Untuk keperluan diagnostik dan pengobatan perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, antara lain:
1) foto toraks anterior posterior dan lateral;
2) pemeriksaan gas darah (darah arterial);
3) sputum diambil dan diperiksa menurut pulasan gram, dan dibiak;
4) darah diambil, juga dibiak
Pengobatan: penderita diistirahatkan dalam keadaan berbaring, diberi 02 memberikan obat-obat yang sifatnya narkotik atau menahan batuk. Diberiob antipiretika untuk menurunkan suhu badan penderita, koreksi kelainan el, atau gas darah bila ada, berilah antibiotika, karena sering kali pneumoni disebabkan oleh virus atau zat kimia disertai pula oleh infeksi kuman-kt Pada pneumonia aspirasi karena masuknya isi lambung ke dalam paru-paru sering dijumpai setelah pemberian anestesi pada saat persalinan atau operas penanganannya adalah sebagai berikut.
Segera dipasang tabung endotrakeal dan dilakukan pengisapan, kalaL dilakukan bronkoskopi bila partikel yang masuk terlalu besar. Oksigen di) dan gas darah arterial diperiksa berulang-ulang; segera dilakukan koreksi E kelainan, dan pernapasan dibantu dengan alat ventilator. Diberi aminopilin IN mcncegah bronkospasmus, 4 6 mg/kg dalam 15-30 menit. Berikan kortiku dosis tinggi sepera hidrokortison 1 gram i.v. dalam 24 jam yang diberikan dalam empat kali per hari yaitu tiap 4-6 jam. Pemberian antibiotika untuk mencegah infeksi.

4. Asma bronkiale
Asma bronkiale merupakan salah satu penyakit saluran napas yang sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Penderita biasanya pernah berobat ke dokter lain. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma tidaklah selalu sama pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangannya tak sama pada kehamilan pertama dan berikutnya. Kurang dari sepertiga penderita asma akan membaik dalam kehamilan, lebih dari 1/s akan menetap, serta kurang dari 1/3 lagi akan menjadi buruk atau serangan bertambah. Biasanya serangan akan timbul mulai usia kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan pada akhir kehamilan serangan jarang terjadi.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh tim ahli asma Kalifornia (tahun 1983) pada 120 kasus asma yang hamil, dan terkontrol baik, terdapat 90% dari penderita tidak pernah dapat serangan dalam persalinan, 2.2% menderita serangan ringan dan hanya 0.2% yang menderita asma berat yang dapat diatasi dengan obat-obat intravena. Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen (02) atau hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin, dan sering terjadi keguguran, persalinan prematur atau berat janin tidak sesuai dengan usia kehamilan (gangguan pertumbuhan janin).
Faktor pencetus timbulnya asma, antara lain zat-zat alergi, infeksi saluran napas, pengaruh udara dan faktor psikis. Penderita selama kehamilan perlu mendapat pengawasan yang baik, biasanya penderita mengeluh napas pendek, berbunyi, sesak dan batuk-batuk. Diagnosis dapat ditegakkan seperti asma di luar kehamilan.
Penanganan
1) Mencegah timbulnya stress
2) Menghindari faktor risiko (pencetus) yang sudah diketahui, secara intensif.
3) Mencegah penggunaan obat seperti aspirin dan semacam yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan.
4) Pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat lokal yang berbentuk inhalasi, atau per oral seperti isoproterenol.
5) Pada keadaan lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan dengan satu atau lebih dari obat di bawah ini.
a. Epinefrin yang telah dilarutkan (1 : 1000), 0,2-0,5 ml, disuntikkan subkutin.
b. Isoproterenol (1 : 100) berupa inhalasi 3-7 hari.
c. Oksigen
d. Aminofilin 250-500 mg (6 mg/kg) dalam infus glukose 5%
e. Hidrokortison 260-1000 mg iv pelan-pelan atau perinfus dalam 10%.

Hindari penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat gangguan pada janin, dan berikan antibiotika kalau ada sangkaan terdap Persalinan biasanya dapat berlangsung spontan akan tetapi bila pende dalam serangan dapat diberi pertolongan dengan tindakan seperti dengai vakum atau forseps. Tindakan seksio sesarea atas indikasi asma jarang atau dilakukan.

5. Tuberkulosis paru
Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit merupakan penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan t sekitarnya.
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan y ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nal berkurang, berat badan menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sal Pada pemeriksaan fisik mungkin didapat adanya ronkhi basal, suara ka pleural efusion. Penyakit TBC paru ini mungkin bentuknya aktif atau k mungkin pula tertutup atau terbuka.
Pada penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (purified protein derivate) hasilnya positif diteruskan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperh dilindungi janin dari pengaruh sinar X. Pada penderita dengan TBC paru dilakukan pemeriksaan sputum, untuk membuat diagnosis secara past untuk tes kepekaan. Pengaruh TBC paru pada ibu yang sedang hamil 1 dengan baik tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Pada janin jaran TBC kongenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena di disusui oleh ibunya.



Penanganan
Pada penderita dengan proses yang masih aktif, kadang-kadang perawatan, untuk membuat diagnosis serta untuk memberikan pendid diterangkan pada penderita bahwa mereka memerlukan pengobatan yang dan ketekunan serta ada kemauan untuk berobat secara teratur. Per sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan dipatuhi oleh Penderita dididik untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk, Pengobatan terutama dengan kemoterapi, dan sangat jarang diperluka operasi.
Pada penderita TBC paru yang tidak aktif, selama kehamilan tidak perlu dapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif, dianjurkan untuk menggunakan obat dua macam atau lebih untuk mencegah timbulnya resistensi kuman, dan isoniazid (INH) selalu diikutkan dalam regimen pengobatan tersebut.

Obat-obat yang dapai dagunakan
1. Isoniazid (INH), dengan dosis 300 mg/hari. Obat ini mungkin menimbulkan komplikasi pada hati, sehingga timbul gejala-gejala hepatitis berupa nafsu makan berkurang, mual dan muntah. Oleh karena itu perlu diperiksa faal hati sewaktu¬waktu, dan bila ada perubahan, maka obat untuk sementara harus segera dihentikan.
2. Ethambutol dengan dosis 15-20 mg/kg/hari. Dilaporkan obat ini dapat menimbulkan komplikasi retrobulber neuritis akan tetapi laporan samping efek obat ini dalam kehamilan sangat sedikit, dan pada janin belum ada.
3. Streptomycin dengan dosis i g/hari. Obat ini harus hati-hati digunakan dalam kehamilan, dan jangan digunakan dalam kehamilan trimester pertama. Pengaruh obat ini pada janin dapat menyebabkan tuli bawaan (ototoksik), di samping itu pemberian obat ini kurang menyenangkan pada penderita, karena harus disuntikkan setiap hari. Dilaporkan bila dosis yang diberikan < 30 g selama kehamilan, tidak banyak atau jarang ada pengaruhnya pada janin.
4. Rifampisin dengan dosis 600 mg/hari. Obat ini baik sekali untuk pengobatan TBC paru, akan tetapi mempunyai efek potensial teratogenik yang besar pada binatang percobaan. Pada manusia belum banyak laporan, dan dianjurkan untuk tidak menggunakannya dalam trimester pertama.
Pemeriksaan sputum setelah i-2 bulan pengobatan, harus dilakukan dan kalau masih positif, perlu diulang tes kepekaan kuman terhadap obat. Tidak ada indikasi untuk melakukan tindakan pengguguran kehamilan pada penderita TBC paru. Antenatal care dapat dilakukan seperti biasa. Dianjurkan penderita datang sebagai pasien permulaan atau terakhir dan segera diperiksa, agar tidak terjadi penularan pada orang-orang di sekitarnya.
Persalinan pada wanita yang tidak dapat pengobatan dan tidak aktif lagi, dapat berlangsung seperti biasa, akan tetapi pada mereka yang masih aktif, penderita di tempatkan di kamar bersalin tertentu (tidak banyak digunakan penderita lain). Persalinan ditolong dengan tindakan ekstraksi vakum atau forseps, dan sedapat mungkin penderita tidak meneran, diberi masker untuk menutupi mulut dan hidungnya agar tidak terjadi penyebaran kuman ke sekitarnya.
Cegah terjadinya perdarahan postpartum seperti pada pasien-pasien lain pada umumnya. Setelah penderita melahirkan, penderita dirawat di ruang observasi 6-8 jam, kemudian penderita dapat dipulangkan langsung. Diberi obat uterotonika, dan obat TBC paru diteruskan, serta nasihat perawatan masa nifas yang harus mereka lakukan. Penderita yang tidak mungkin dipulangkan, harus dirawat di ruang isolasi. Pcrawatan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mcndcrita TBC paru haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya, agar anaknya tidak ketularan oleh ibm keadaan ideal bayi setelah lahir segera dipisahkan dari ibunya, sampai il: memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi setelah dibuktikan dengan p sputum sebanyak 3 kali, yang selalu memperlihatkan hasil negatif. Pada suntikan Mantoux sampai menunjukkan reaksi positif. Bila suntikan BC sebaiknya segera diberikan pada bayi setelah lahir, atau bila reaksi Mantoux negatif.
Yang penting adalah pendidikan pada penderita dan keluarganya tenta penyakit TBC paru yang sedang diidap serta bahaya penularan penyak pada anaknya, sehingga penderita dan keluarganya menyadari sepenuhny na cara melakukan perawatan bayinya dengan baik.

B. Penyakit Traktus Digestivus, Hepar dan Pankrieas
Terdapatnya perubahan fungsi alat pencernaan dalam kehamilan adalah hal yang biasa. Perubahan-perubahan tersebut umumnya tidak berarti dan tidak berbahaya, dan akan dapat ditanggulangi dengan mudah dengan penerangan, obat-obat yang relatif ringan atau dengan melalui pendekatan psikologik.
Ada tiga faktor yang menyebabkan perubahan fungsi alat pencernaan tersebut dalam kehamilan, yaitu perubahan hormonal, anatomik dan fisiologik kehamilan, dan ketiga faktor tersebut akan memberikan pengaruh pada fungsi alat pencernaan. Selama kehamilan akan terjadi pula penurunan gerakan saluran alat cerna karena tonus otot-otot alat pencernaan yang berkurang, di samping itu terdapat pula perubaltan Ietak serta penekanan yang disebabkan oleh pembesaran rahim (uterus). Perasaan mual, muntah, nafsu makan menurun, ketidaksukaan pada makanan tertentu atau bau-bauan yang dapat diobati dengan menghindari makanan atau bau¬bauan tersebut atau dengan pemberian obat-obat yang relatif ringan ternyata sudalt cukup. Akan tetapi kadang-kadang keluhan wanita hamil tersebut sangat berlebihan sehingga dapat membahayakan kesehatan atau jiwanya, maka perlu dipikirkan penyebab lain, yang ikut berperan sebagai penyebabnya seperti seot-ang wanita hamil yang menginginkan makanan tertentu yang tidak lazimnya dimakan orang, umpamanya tepung kanji, makanan mentah, garam, lempung, tanah dan sebagainya. Penyebab kelainan ini sangat erat hubungannya dengan faktor sosial, tingkat kebudayaan dan sebagainya, sehingga pengobatannya haruslah melalui pendekatan psikologik dan kelainan seperti ini disebut pica (ngidam dalam bahasa Jawa). Begitu pula tak jarang disalahtafsirkan gejala-gejala penyakit organ dalam rongga perut yang gawat dianggap sebagai gangguan yang disebahkan oleh kchamilan biasa.







MULUT
1. Ptialismus (syalorea, hipersalivasi)
Pada kehamilan trimester pertama, kemungkinan dijumpai produk berlebihan dari biasa, sehingga menyebabkan wanita hamil terseb~ membuang ludah. Produksi air ludah yang berlebihan ini disebut ptialis karena ketidaksanggupan wanita tersebut menelan air ludahnya sebaga perasaan mual. Pengobatan khusus t:idak ada, cukaap dengan pen penerangan secara psikologik.

2. Gingivitis dan epulis
Dalam kehamilan sering gusi menjadi bengkak dan lemah serta mud terutama pada waktu gosok gig' atau sentuhan yang ringan lainnya. H pengaruh dari hormon estrogen yang meningkat.
Seringkali tirnbul stomatitis dan gingivitis dalam kehamilan, dan un perawatan mulut agar selalu bersih selama kehamilan. Kadang-kadan pula pembengkakan gusi setempat dan banyak mengandung pembuh darah, sehingga mudah berdaralt. Kelainan ini disebut epulis gravidarum khusus tidak ada, dan setelah lahir epulis tersebut akan hilang sendiri

3. Karies dentis
Dalam kehamilan sering dijumpai gingivitis dan karies dentis, akan beralasan kehamilan sebagai penyebab meningkatnya kejadian karies dentis sebelum hamil sudah ada, dan kekurangan kalsium akan kerusakan giginya seperti juga terjadi sebelum ltamil. Pengobatan yaitu dengan merawat gigi, mulut, serta mencukupi kebutuhan kalsium dalam kehamilan.

ESOFAGUS
1. Pirosis (heartburn, nyeri dada)
Pirosis ialah perasaan nyeri di dada, karena masuknya isi lambung ke d bagian bawah. Keluhan sering ditemukan dalam kehamilan, terutama tengkurap, atau menelan sesuatu makanan tertentu atau obat. Pada kehamilan tua mungkin kelainan ini agak sering dijumpai karena pengaruh tekanan rahim yang membesar. Pada esofagus terjadi esofagitis, akan tetapi pada en( kelihatan ada tanda-tanda radang, hanya secara histologik dapat diliha tersebut berisi aa:uo klurida, pepsin serta makanan. pirosis biasan; mcnitnbulkan komplikasi srprrti strikmra, perdar-ahan, karena waktu sebentar saja. Pengobatan cukup dengan memberikan obat antasid, mengubah posisi tubuh dan menegakkan kepala serta mencegah tengkurap setelah makan. Keadaan yang lebih berat, kadang-kadang menyebabkan penderita sulit menelan, ada perdarahan (hematemesis), sebagai akibat terjadi esofagitis erosif. Pengobatannya tetap seperti diuraikan di atas, yaitu konservatif.

2. Esofagftis erosiva
Esofagitis erosiva merupakan akibat yang gawat dari kembalinya isi lambung ke dalam esofagus, dan agaknya tidak mempunyai hubungan dengan hiperemesis gravidarum. Gejala yang paling sering dijumpai ialah nyeri waktu menelan (disfagia) disertai pirosis. Hematemesis dapat terjadi, dan esofagoskopi menunjukkan erosio berdarah pada selaput lendir satu pertiga bawah esofagus.
Penanggulangan sama dengan pada pirosis biasa. Apabila terjadi hematemesis, penderita disuruh minum air es atau menelan es batu kecil-kecil. Biasanya kelainan ini sembuh sama sekali dengan sendirinya setelah kelahiran. Striktura esofagei yang sampai memerlukan dilatasi jarang terjadi.

3. Varises esofagei
Varises esofagei akibat sirosis hepatis menjadi lebih besar dan lebih mudah pecah dalam kehamilan, karena hipervolemia kehamilan dan hipertensi portal.

LAMBUNG
1. Hernia hiatus diafragmatika
Hernia hiatus driafragmatika ialah masuknya bagian atas lambung ke dalam lubang diafragma. Kelainan ini sering dijumpai dalam kehamilan, kira-kira 17%, terutama dalam kehamilan trimester III, dan lebih sering pada multipara dalam usia lanjut. Kelainan ini akan sembuh sendiri, setelah anak lahir. Penderita mungkin mengeluh tentang gangguan pencernaan berupa pirosis, muntah, kadang-kadang hematesis, berat badan menurun, atau kadang-kadang tak ada keluhan sama sekali. Kalau keluhan meningkat, mungkin ada hubungan dengan dua faktor, yaitu wanita tersebut telah rnenderita hernia hiatus dan isi lambung yang bertambah besar. Sering dokter mengira gejala-gejala tersebut disebabkan oleh karena hamil biasa, sedangkan kalau diperiksa dengan foto rontgen mungkin dijumpai adanya hernia. Hernia hiatus jarang mengalami strangulasi hernia dalam kehamilan, dan kalau ada biasanya penderita mengeluh sesak napas, sianotik, kadang-kadang dapat jatuh dalam syok.
Penanganannya adalah simptomatik, penderita ditidurkan setengah duduk, makanan diberikan dalam porsi kecil-kecil. Kalau hernia tersebut telah diketahui sebelum hamil, sebaiknya penderita tidak hamil, atau dilakukan operasi lebih dulu.

2. Ulkus peptikum
Ulkus peptikum jarang dijumpai dalam kehamilan, perjalanan penyakitnya bervaria¬si. Pada wanita yang mempunyai ulkus peptikum sebelum hamil, biasanya setelah hamil, penyakit akan menjadi lebih baik, bahkan dapat sembuh. Terus trimester pertama dan kedua, karena rendahnya sekresi asam lamek, meningkatnya produksi getah lambung, walaupun kadang-kadang ulkus lebih hebat gejalanya dan yang sering dijumpai adalah rasa kejang dan peril bagian atas (yang dapat hilang dengan memakan makanan atau obat alk; panas, rasa tak enak di daerah epigastrium. Gejala lebih sering terjadi atau di atau 3 jam sesudah makan. Perforasi jarang terjadi. Oleh karena itu penanga peptikum dalam kehamilan umumnya konservatif, jarang atau hampir dengan tindakan operatif.

3. Gastritis
Diagnosis gastritis sering dibuat dalam kehamilan muda, hanya atas dasaj penderita, seperti mual, muntah-muntah, tidak ada nafsu makan, nyeri epigastrium dan sebagainya. Dan setelah diperiksa dengan teliti ternyata tidak menderita gastritis akan tetapi. mungkin emesis (hiperemesis), esofagitis. Sering dilakukan pemeriksaan radiologik oleh dokter untuk diagnosis. Hal ini tentu tidak baik, karena sinar X, mempunyai pengaruh t pada janin. Oleh karena itu haruslah hati-hati untuk membuat diagnosis Perhatikanlah dan lakukanlah anamnesis dan pemeriksaan dengan telit penderita sedang hamil muda atau tidak. Bila hamil muda sedapat mungki pembuatan foto riintgen. Penderita diobservasi, dan ditentukan terapi kc seperti gastritis di luar kehamilan. Biasanya keluhan akan hilang setelah tri bila disebabkan oleh kehamilan.

USUS HALUS
1. Ileus
Baik ileus obstruktif maupun ileus paralitik dapat dijumpai dalam keham kadang-kadang tidak diketahui, karena gejala-gejalanya sering disalal sebagai gejala-gejala kehamilan biasa, seperti mual, muntah, konstipas kontraksi, kejang otot dan sebagainya. Ileus obstruksif ini dapat disebal; volvulus, lrernia inkarserata, intususepsi, tumor kolon, dan perlekai merupakan penyebab yang sering dijumpai. Oleh karena itu perlu diperha ditanyakan tentang; operasi perut yang terdahulu. Diagnosis dibuat atas dasar gejala muntah-muntah, konstipasi, bising usus meningkat seperti bunyi logam. Foto abdomen walaupun pemeriksaan X ray secara umum dilarang dalam kehamilam, namun keadaan tertentu perlu dilakukan. Seperti pada sangkaan ileus obstruktil pada gambaran foto rontgen, usus di bagian proksimal obstruksi melebar, bayangan permukaan cairan (fluid Ievel).
Begitu juga bila diagnosis ragu-ragu, maka tindakan laparotomi eksplorasi lebih baik dilakukan daripada bersikap menunggu, yang kemudian menimbulkari keadaan fatal. Dalam kehamilan biasa, tonus dan peristaltik usus berkurang, sehingga tak jarang menyebabkan konstipasi atau sulit buang air besar. Kadang-kadang dapat timbul gejala-gejala ileus paralitik dalam kehamilan dan nifas, dan hal ini haruslah dibedakan dari ileus obstruktif dan peritonitis. Pada ileus paralitik tanpa komplikasi lain sepeni di atas, terapi untuk ini adalah konservatif, yaitu dengan memberikan infus dan makanan parenteral, pemasangan pipa hidung-lambung, dan cairan lambung diisap terus menerus, sena pemberian antibiotika, vitamin aneurin 25-50 mg intra muskular, dan biasanya dalam waktu 3-5 hari akan sembuh.

2. Volvulus
Dengan makin tuanya kehamilan dan makin membesarnya uterus, usus-usus halus dapat terputar pada pangkalnya, sehingga terjadi penjiratan (strangulas:) seluruh ileum. Akibatnya sangat gawat dan menyebabkan kematian apabila tidak segera dikenal dan dioperasi. Keadaan lain yang dapat pula menyebabkan volvulus ialah perpanjangan mesokolon, hernia diafragmatika, perlekatan usus, dan terdapatnya pita kongenital di dalam rongga perut.
Gambaran klinik berupa perut yang menunjukkan tanda-tanda gawat mendadak (acute abdomen) terdiri atas gejala-gejala obstruksi usus disertai muntah-muntah yang hebat. Keadaan umum cepat memburuk akibat gangguan elektrolit dan keracunan; nadi sangat cepat dan suhu meningkat. Penderita harus segera dioperasi.



3. Hernia
Pelbagai macam hernia dapat dijumpai dalam kehamilan, sepeni hernia inguinalis, femoralis, umbilikalis, dan sikatrisea, yang biasanya tidak menimbulkan keluhan. Hernia diafragma telah dibicarakan di atas.
Membesarnya uterus mendorong usus-usus lebih jauh dari cincin hernia, sehingga inkarserasi jarang terjadi dalam kehamilan, juga dalam persalinan kala II, walaupun wanita meneran-neran. Sebaliknya, dalam nifas cincin dapat menjadi lebih besar dan usus dapat masuk ke dalam kantong hernia. Walaupun demikian, inkarserasi juga jarang terjadi dalam nifas. Gejala-gejala ileus pada hernia dapat timbul pada setiap saat dalam kehamilan dan nifas apabila ada perlekatan usus yang terjepit, terputar, atau tenarik.
Penanganan hernia dalam kehamilan sama dengan di luar kehamilan apabila timbul gejala-gejala gawat. Dalam persalinan sebaiknya wanita tidak meneran terlarqpau kuat apabila kantong hernia menjadi lebih besar; dan jikalau syarat-syarat sudah dipenuhi, persalinan diakhiri dengan ekstraktor vakum atau cunam.
Hernia umbilikalis dan hernia sikatrisea tetap membesar oleh kehamilan. Apabila ada perlekatan usus dengan omentum, tarikan pada omentum scring menyebabkan rasa nyeri.

4. Ileitis regionalis
Ileitis regionalis, sepeni dilaporkan oleh Crohn dan Yarnis, merupakan suatu proses granulomatus ileum bagian akhir yang tidak khas yang meliputi peradangan nekrosis, ulserasi, dan perparutan. Penyakit ini biasanya dijumpai pada orang dewasa muda dan jarang pada wanita hamil. Gejala-gejala sangat bervariasi, tergantung lamanya penyakit, bersifat aktif dan luasnya ileum yang terkena proses; diantaranya nyeri perut, diarea, demam ringan, terabanya tumor di perut, perda perforasi usus. Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan roentgen dapat r diagnosis. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat setelah perut dibuka kehamilan pada ileitis regionalis tidak pasti dan sangat bervariasi; ada ya lebih baik dalam kehamilan, ada yang sama, ada pula yang menjadi lebih buruk
Apabila penderita menunjukkan gejala-gejala yang berat dan rea terhadap kehamilannya, maka bekerja sama dengan psikiater dapat dipertimbagkan abortus buatan, walaupun ini jarang diperlukan.

USUS BESAR
1. Appendisitis akuta
Kejadian appendisitis akuta dalam kehamilan dan di luar kehamilan tidakl: Kejadiannya satu di antara 1000 sampai 2000 wanita hamil. Akan teta perforasi, lebih sering pada kehamilan, yaitu 1,5 sampai 3,5 kali dari a hamil. Hal ini karena diagnosis dini appendisitis akuta kadang-kadang s sering meragukan, atau dikacaukan oleh keadaan-keadaan lain seperti:
a. Gejala dan tanda rasa mual, muntah, anoreksia, perut gembung, dan nyeri sering dijumpai pula pada kelainan lain dari appendisitis.
b. Adanya leukositosis fisiologik dalam kehamilan yang mungkin jumlah leukosit pada appendisitis akuta.
c. Berpindahnya letak soekum akibat dorongan rahim yang makin menyebabkan letak appendiks juga berpindah. Pada akhir penen kelramilan, appendiks terletak di bagian kanan atas, sehingga gambaran yang diberikan oleh appendisitis yang biasa tidak menunjukkan ga seperti di luar kehamilan.
d. Adanya relaksasi otot-otot dinding perut pada kehamilan lanjut, menyebabkan tanda-tanda nyeri, kekakuan dinding perut, menjadi tak jelas.
e. Tanda-tanda appendisitis akuta, kadang-kadang diperlihatkan pula oleh kelainan, seperti pada kehamilan muda dengan adanya kista yang membatu ureter, pielonefritis akuta, salpingitis akuta; rasa nyeri dari rotundum pada kehamilan lebih lanjut, solusio plasenta tingkat permulaan saluran kemilan, perslinan prematur, obstruksi usus Italus. Pada masa nifas adanya andometritis atau adneksitis

Mengambil tindakan konsetvatif adalah salah, sebab bila appendisitis tersebut mengalami perforasi karena tindakan terlambat dapat menimbulkan kematian ibu DAN janin. Insisi perlu dibuat lebih tinggi dari biasa yaitu paramedial kanan kira-kira setinggi fundus uteri. Manipulasi pada uterus gravidus ini sedapat mungkin dihindari, dan drain hanya dipasang apabila ada abses. Biasanya kehamilan akan berlangsung terus sampai saat persalinan. Bila appendisitis akuta dibuat pada kehamilan lebih dari 34-35 minggu, dilakukan seksio sesarea dan appendektomia. Uterus yang membesar tersebut akan menyulitkan mencari appendiks di samping itu bila penderita masuk dalam persalinan pasca laparotomi, luka dapat terbuka kembali karena luka belum sembuh sempurna dan belum kuat. Kalau terjadi perforasi atau abses dipertimbang¬kan untuk melalkukan appendektomia dan seksio histerektomia. Prognosis appendi¬sitis dalam )kehamilan lebih buruk dari di luar kehamilan, dan diagnosis dini serta tindakan yang segera diambil berupa laparatomi dan pemberian antibiotika, akan dapat menolong penderita serta akan memperbaiki prognosis. Komplikasi yang sering atan mungkin dijumpai pada kehamilan adalah abortus atau partus prematuros.

2. Kolitis ulserosa
Kolitis ulserosa yang biasanya menahun merupakan suatu penyakit peradangan disertai ulkus-ulkus pada mulanya di rektum, kemudian menjalar ke atas dan dapat sampai lie usas halus. Perjalanan penyakit dalam kehamilan tak dapat diramalkan sebelumnya, sangat bervariasi. Biasanya bagian usus yang terserang adalah mukosa dan submukosa, jarang lapisan otot DAN serosa. Gejala-gejala klinik tersering adalah diarea dengan darah, nanah atau lendir, badan panas, leukositosis, takikardia, perut terasa tidak enak, malas makan dan berat badan menurun. Komplikasi penyakit ini mungkin dapat terjadi perforasi, perdarahan sehingga penderita jadi anemia, defisiensi protein dan vitamin.
Pengarah penyakit ini terutama terhadap kesehatan ibu, pada janin atau kehamilan tidak begita banyak. Sedangkan pengaruh kehamilan pada penyakit ini, dapat menimbulkan )keadaan lebih berat, yaitu penyakit yang tadinya kurang aktif dapat jadi aktif, terutama pada trimester pertama dapat terjadi perforasi. Etiologi penyakit ini secara pa.sti belum diketahui, akan tetapi faktor psikogenik dianggap mempunyai pengaruh penting pada kolitis ulserasi ini, seperti perubahan-perubahan emosionil, kecemasan, ketakutan dan lain-lain selama kehamilan.
Penerangan segera diberikan pada penderita kolitis ulserosa ini, baik : hamil maupun dalam kehamilan. Perhatikan dan terangkan faktor p penderita, diet yang cukup mudah diserap, kalau perlu diberi antidi, antibiotika. Mereka yang telah hamil, kehamilan dapat diteruskan, dan pe dapat per vaginam. Pada keadaan di mana anak sudah cukup, penderita m( kolitis ulserosa, sebaiknya tidak hamil lagi, DAN ikut keluarga berencana dilakukan sterilisasi.

3. Tumor Ganas Usus Besar
Tumor ganas usus besar, biasanya karsinoma, jarang dijumpai dalam kehamilan tidak terdapat bukti-bukti bahwa kehamilan mempengaruhi jalannya karsino et rekti. Karena itu, abortus buatan tidak dilakukan. Walaupun demikian peny dapat mempersulit persalinan.
Penanggulangan tumor ganas usus besar dalam kehamilan ialah dengai operasi, sama seperti di luar kehamilan. Apabila operasi dilakukan dalam triw dan III, maka mungkin uterus serta isinya perlu diangkat untuk memudahkan, rektum. Pada penderita karsinoma kolon, apabila kehamilannya sudah cukup dapat ditunggu partus per vaginam. Apabila terdapat gejala-gejala obstruks mungkin diperlukan kolostomia sebelum persalinan atau operasi. Dalam keh trimester III sebelum 38 minggu, pada penderita dengan karsinoma rekti dih seksio histerektomia. Setelah anak lahir, selekasnya dilakukan operasi rektum

4. Megakolon
Megakolon sangat jarang dijumpai dalam kehamilan. Usus besar yang sangat dan terisi penuh dengan skibala menyebabkan konstipasi yang kadang-kadang sulit untuk diatasi. Dalam persalinan megakolon yang terisi penuh, menghalang-halangi turunnya kepala, sehingga dapat terjadi ruptura uteri

DAERAH ANUS
1. Pruritus ani
Pruritus ani kadang-kadang dijumpai dalam kehamilan dan dapat sangat mengganggu penderita. Biasanya pengobatan juga sulit. Rasa gatal dapat terbatas di daerah perianal atau menjalar lebih luas sampai di daerah kelamin, bagian dalam paha, dan pantat. Karena rasa gatal, daerah itu digaruk, yang menimbulkan/menambah iritasi kulit; dan seterusnya ini menambah rasa gatal.
Pruritus ani dapat dibagi dalam 2 golongan: 1) yang mempunyai sebab organik, dan 2) yang disebabkan faktor psikogenik. Dalam golongan pertama termasuk pruritus yang disebabkan faktor psikogenik. Dalam golongan pertama termasuk pruritus yang disebabkan oleh fissura et fistula ani, proktitis, wasir, jamur, diabetes mellitus, alergi terhadap benang sintetik pakaian dalam, atau ukuran pakaian yang tidak sesuai. Golongan kedua biasanya disebabkan oleh konflik emosional dalam kehamilan yang berdasarkan ketidakmatangan psiko-seksual.
Penanggulangan harus dimulai dengan menghilangkan/menghindarkan faktor penyebabnya. Iritasi kulit akibat garukan diobati dengan salep kortison. Apabila pengobatan tidak berhasil dan tidak diaemukan sebab organik, maka sebaiknya dimintakan konsultasi pada psikiater.
2. Wasir (hemoroid)
Dalam kehamilan dapat terjadi pelebaran vena hemoroidalis interna dan pleksus hemoroidalis eksterna, karena terdapatnya konstipasi dan pembesaran uterus. Hemoroid ini lebih nyata dan dapat menonjol keluar anus. Wasir yang kecil kadang¬kadang tidak menimbulkan keluhan, sedang yang besar sering menimbulkan keluhan bahkan dapat menimbulkan komplikasi hebat yaitu rasa nyeri serta perdarahan pada saat buang air besar, serta ada sesuatu yang keluar dari anus.
Wasir dapat didiagnosis dengan mudah, yaitu adanya keluhan rasa perih di daerah , perdarahan, serta pada pengamatan diternukan vena yang membengkak di anus atau dl rektum. Pada hemoroid interna dan eksterna yang tidak menimbulkan keluhan, tidak perlu diberi pengobatan, dan setelah melahirkan hemoroid tersebut akan mengecil sendirinya.
Pada hemoroid yang besar, yang menjadi keluar baik dalam kehamilan atau masa nifas, yang menimbulkan keluhan, perlu dilakukan antara lain reposisi oleh dokter maupun oleh penderita sendiri, dengan menggunakan salep antihemoroid. Usahakan penderita agar memakan makanan yang lunak dan tidak meneran. Pada keadaan yang sudah berdarah, diberi anti-salep atau suppositoria. Tindakan sklerosing atau hemoroidektomia jarang diperlukan.

3. Fissura ani
Fisura ani merupakan kelainan yang sering dirasakan sangat nyeri dan terdiri atas luka-luka memanjang pada dinding belakang anus. Asalnya tidak diketahui dengan pasti; mungkin karena trauma pada mukosa dengan kriptitis, atau sebal pecahnya abses kista.
Mula-mula rasa nyeri dialami pada waktu penderita buang air besar, penderita segan untuk ke belakang; kemudian rasa nyeri berlangsun beberapa jam setelah defekasi. Fissura yang baru terjadi dapat diharap sembuh spontan. Akan tetapi, fissura menahun yang disertai peradangan dengan banyak keluhan memerlukan eksisi lebar semua jaringan yang saki insisi muskulus sfingter ani eksternus, juga pada wanita hamil.

HEPAR
Penyakit Hati Bukan Karena Komplikasi Kehamilan
1. Hepatitis infeksiosa
Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati ya sering dijumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil penyebab hepatitis i terutama oleh Virus hepatitis B, walaupun kemungkinan juga dapat Virus h atau hepatitis C. Hepatitis virus dapat terjadi pada setiap saat kehan mempunyai pengaruh buruk pada janin maupun ibu. Pada trimester perta terjadi keguguran, akan tetapi jarang dijumpai kelainan kongenital (anoi janin), sedangkan pada kehamilan trimester kedua dan ketiga, serin persalinan prematur. Tidak dianjurkan untuk melakukan terminasi pada k dengan induksi atau seksio sesarea, karena akan mempertinggi risiko pada hepatitis B, janin kemungkinan dapat penularan melalui plasenta, waktu ahir atau masa neonatus; walaupun masih kontroversi tentang penularan melalui air susu
Penatalaksanaan yaitu a) istirahat, diberi nutrisi dan cairan yang cukup, kalau perlu intravenus; b) isolasi cairan lambung, darah atau cairan badan lainnya, dan diingatkan ibunya tentang pentingnya janin dipisahkan; c)periksa HBsAg trol kadar bilirubin, Serum Glutamik Oksaloasetik Transaminase (SG07 Glutamik-Piruvik Transaminase (SGPT), faktor pembekuan darah, karena kinan telah ada Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC); e) cegal naan obat-obat yang bersifat hepatotoksik; f) pada ibu yang HBsAg po; diperiksa HBsAg anak karena kemungkinan terjadi penularan melalui I pusat; g) tindakan operasi seperti seksio sesarea akan memperburuk prog h) pada bayi yang baru dilahirkan dalam 2 x 24 jam diberi suntikan anti serum.

2. Penyakit hati karena obat
Obat-obat tertentu dapat menimbulkan gangguan faal hati, bahkan dapat menyebabkan kerusakan fatal seperi fenotiazin, tetrasiklin, klorpeomazin, klorform, arsenamin, fosfor, karbon tetraklorida, isoniazid, asetaminofen. Fenotiazin dan klorpromazin yang digunakan unruk mengurangi rasa mual, muntah-muntah dalam kehamilan dapat menyebabkan ikterus, bila diberikan terlalu lama atau dalam dosis yang besar. Tetrasiklin yang merupakan obat yang dilarang digunakan dalam kehamilan karena dapat menyebabkan kelainan kongenital (teratogenik) pada janin, juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati. Begitu pula obat-obat isoniasid, yang selalu diikutkan sebagai obat untuk penyakit TBC, dapat menimbulkan kelainan hati, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan faal hati setelah pengobatan beberapa bulan.

3. Ruptura bepatis
Ruprura hepatis, baik yang traumatik maupun yang spontan, dapat terjadi dalam kehamilan, biasanya yang robek lobus kanan. Mortalitas sangat tinggi, kemungkinan 75% penderita meninggal. Hampir semua penderita yang mengalami ruptura hepatis pernah menderita pre-eklampsia atau eklampsia. Gambaran klinik mencakup nyeri epigastrium, abdomen akut, pekak sisi, pekak beranjak (shifting dullness) dan syok. Penderita dapat diselamatkan apabila ruprura hepatis lekas diketahui dan segera dioperasi.

4. Sirosis bepatis
Kehamilan agaknya tidak mempengaruhi jalannya sirosis hepatis. Sebaliknya, sirosis dapat mempunyai pengaruh tidak baik terhadap kehamilan, tergantung dari beratnya penyakit.
Penderita dengan fungsi hepar yang masih baik dan menjadi hamil, dapat melahirkan biasa tanpa penyakitnya menjadi lebih buruk akibat kehamilannya, asal ia mendapat pengobatan dan perawatan yang baik. Akan tetapi, apabila fungsi hepar sudah terganggu atau ada varises esofagus karena sirosis, sebaiknya penderita tidak hamil. Terutama dalam trimester III dapat terjadi krisis gawat hati (liver failure) dan perdarahan dari varises esofagus. Apabila penderita demikian hamil juga, maka abortus buatan dapat dipertimbangkan, walaupun pada umumnya sirosis saja tidak merupakan indikasi bagi pengakhiran kehamilan.

5. Koklitiasis dan kolesistitis
Kolelitiasis dijumpai 2-3 kali lebih sering pada wanita dari pria, dan kehamilan dianggap sebagai salah satu faktor pencetus dalam terjadinya batu empedu dan penyakit kandung empedu. Kombinasi hiperkolesterolemia dan perlambatan pengosongan kandung empedu dalam kehamilan memudahkan terbentuknya batu empedu. Sebaliknya wanita hamil jarang mengeluh tentang serangan kolik empedu. Hal ini terjadi adanya anggapan bahwa kurangnya tonus otot polos yang memudahkan keluarnya batu-batu kecil saluran empedu ke dalam duodenum. Gejala-gejala kolelitiasis berupa nyeri perut sebela}i kanan atas atau di dacrah epigastrium yang mungkin gradual atau mendadak (tiba-tiba) yang menjalar ke dada bagian kanan atas atau ke bahu belakang kanan. Bila penyumbatan total, n kolik empedu tetap, penderita enek-enek, muntah, demam dan menggigil (k, tis), dan ikterus. Pada penderita mungkin sebelumnya telah ada sakit k empedu, atau makan yang telah diatur, di mana la tak tahan lemak. Pada pemc didapatkan penderita panas, kuning dan nyeri di perut kanan atas, leukc sedangkan urin normal.
Penanggulangan kolelitiasis atau kolesistitis dalam kehamilan, pada un konservatif yaitu istirahat, diet dan antibiotika. Tindakan operasi jarang dil; kecuali disangka atau didapatkan komplikasi berupa infeksi makin berat, n gangren atau perforasi.


Penyakit Hati Akibat Komplikasi Kehamilan
Beberapa komplikasi kehamilan dapat menyebabkan kelainan/penyakit h;
1. Ikterus rekurrens gravidarum
Dalam kehamilan, terutama dalam triwulan terakhir, dapat timbul ikterus ya: diketahui etiologinya, sering dimulai dan disertai dengan rasa gatal di selurul Kelainan ini sembuh dengan sendirinya dalam 2 minggu pertama nifas, untul lagi dalam kehamilan-kehamilan berikutnya. Nama-nama lain yang ser-ing di} untuk kelainan ini ialah ikterus idiopatik kehamilan, kolestatis idiopatik/ini tik, hepatotoksemi endogen, atau hepatosis obstetrik.
Kelainan utamanya ialah kolestasis intrahepatik dengan pewarnaan em tengah lobulus hepatis tanpa peradangan atau proliferasi mesenkim. Sel-sel h mengalami kerusakan. Secara klinis jalannya penyakit ringan. Selain ikte pruritus, gejala-gejala lain dapat pula dijumpai, seperti meningkatnya 1 (ringan), fosfatase alkalis (tidak selalu), dan glutamin oksaloasetik transmina: serum. Anoreksia, mual, muntah, nyeri epigastrium, dan diare serii merupakan keluhan penderita. Dalam diagnosis diferensial perlu disic kemungkinan penyakit hati lain, seperti hepatitis virus, keracunan obat, c empedu. Hilangnya gejala-gejala dalam masa nifas menyokong diagnosis. Pc an terutama simptomatik. Karena jalannya penyakit ringan dan tidak terdap; bukti yang menunjukkan pengaruh tidak baik terhadap janin, maka pen; kehamilan tidak diperlukan. Fenothiazide dengan tujuan untuk mengura gatal tidak boleh diberikan karena obat ini dapat menyebabkan ikterus. kadar protrombin rendah, penderita diberi suntikan vitamin K.

1. Atrofi kuning mendadak bati (acute yellow liver atropby)
Atrofi kuning mendadak hati sangat jarang dijumpai dalam kehamilan, dan dapat dibagi dalam 2 jenis, yakni a) atrofi kuning, mendadak akibat hepatitis virus dankeracunan obat; dan b) atrofi kuning mendadak obstetrik semata-mata akibat kehamilan.
a. Atrofi kuning mendadak akibat hepatitis dan obat ditandai dengan nekrosis luas jaringan hati tanpa infiltrasi lemak, dan dapat disertai gawat ginjal mendadak. Keadaan penderita sangat cepat memburuk, disertai ikterus yang berat dan koma; tidak lama kemudian biasanya penderita meninggal. Penyakit ini dapat dijumpai baik pada wanita hamil maupun pada wanita tidak hamil, dan pria.
b. Atrofi kuning mendadak obstetrik, yang khas bagi kehamilan, dilaporkan oleh Sheehan Ober dan Le Compte, dan Kahil dkk. Gejala-gejalanya biasanya timbul tiba-tiba dalam bulan terakhir kehamilan dengan muntah-muntah hebat dan nyeri epigastrium, disusul oleh ikterus yang progresif, koma, dan biasanya kematian. Penderita dapat melahirkan anak mati 7-12 hari setelah timbulnya gejala-gejala.

Etiologinya tidak diketahui dengan pasti. Mungkin sekali penyakit ini disebabkan oleh reaksi peka yang berlebihan terhadap suatu zat yang dihasilkan oleh kesatuan fetoplasenta, atau terhadap zat-zat eksogen.
Secara histologik kelainan yang sangat menonjol ialah infiltrasi lemak sel-sel hati tanpa peradangan dan nekrosis; selebihnya arsitektur jaringan hati tetap baik. Gambaran ini lazim disebut metamorfosis lemak hati. Atrofi hati tetrasiklin pada dasarnya sama; hanya sel-sel periportal ikut pula mengalami infiltrasi lemak. Sebaliknya, atrofi akibat hepatitis infeksiosa menunjukkan gambaran yang lain: tidak terdapat infiltrasi lemak, melainkan nekrosis sel-sel hati dan sel-sel periportal. Seperti pada atrofi hati mendadak lain-lain, tidak banyak dapat dilakukan untuk menyela¬matkan ibu dan janin. Pengobatan semata-mata simptomatik. Tidak terdapat bukti¬bukti yang meyakinkan bahwa pengakhiran kehamilan mernperbaiki prognosis. Apabila janin masih hidup, induksi persalinan dapat dipertimbangkan. Seksio sesarea merupakan kontraindikasi, kecuali atas tindakan obstetrik.

PANKREAS
Pankreatitis jarang dijumpai dalam kehamilan akan tetapi dapat diderita wanita hamil. Etiologinya belum diketahui, akan tetapi faktor predisposisi adalah adanya penyakit saluran empedu, peminum alkohol, pemberian obat diuretika thiazide dan antibiotika tetrasiklin. Gejala sering dikeluhkan penderita biasanya nyeri hebat di daerah epigastrium yang menjalar ke belakang, mual dan muntah-muntah, perut gembung, demam, bising usus menurun. Kadang-kadang menggigil dan ikterus ringan. Kira-kira 20% penderita dalam keadaan syok, koma. Laboratorium yang sangat membantu dalam mendiagnosis pankreatitis ini adalah meningkatnya kadar amilase serum dalam waktu 8 jam. Amilase urin juga meningkat di atas 300 unit/jam. Klearens amilase, mungkin lebih . spesifik untuk diagnosis pankreatitis. Bila digunakan hasil konsentrasi amilase dan kreatinin urin yang dikumpulkan bersama¬-sama danan amilase serum, maka akan didapat klearen amilase yaitu :

amilase urin x kreatin urin x 100
amilase serum x kreatinin urin

Bila angka hasil klearens amilase ini lebih besar dari 4.5, maka dapat dii diagnosis pankreatitis. Pengaruh pankreatitis ini pada ibu maupun pada jan tinggi, dilaporkan dapat terjadi kematian ibu 37% dan janin 38%. Oleh k diagnosis dan pengobatan haruslah cepat dibuat dan diberikan. Cara penan~ hampir sama dengan di luar kehamilan yaitu:
1. Ganti kekurangan cairan dalam pembuluh darah dengan darah, albur cairan, dan ini dimonitor dengan CVP (central venous pressure).
2. Monitor elektrolit, glukosa, dan kalsium darah, dan segera dikon menunjukkan kelainan.
3. Pasang slang lambung dan isap untuk mengurangi cairan yang d pankreas.
4. Diberi obat analgetika seperti meperidine 75-100 mg im, tiap 3-4 ja menghilangkan rasa sakit.
5. Pemberian antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
6. Pengakhiran kehamilan tidak dianjurkan dan tidak diperlukan.
7. Operasi hanya dilakukan pada keadaan tertentu, seperti abses yaj membesar, penyumbatan saluran empedu, perforasi.

C. Penyakit Ginjal Dan Saluran Kemih (Traktus Urinarius)
Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomik gin saluran kemih, yang sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Apabila hal iru tidak diperhatikan dan diperhitu; ada kemungkinan salah membuat diagnosis, sehingga dapat merugikan ibu dar, Perubahan anatomik terdapat peningkatan pembuluh darah, dan ruangan inte pada ginjal. Dan juga ginjal akan memanjang kira-kira 1 cm. Semuanya it, kembali normal setelah melahirkan. Ureter, pielum dan kaliks mengalami pel dalam waktu yang pendek sesudah kehamilan 3 bulan, dan terutama pada sisi s kanan. Pelebaran yang tidak sama ini mungkin karena perubahan uteru; membesar dan mengalami dekstrorotasi atau karena terjadinya penekanan pac ovarium kanan yang terletak di atas ureter, sedangkan pada yang sebelah kit terdapat karena adanya sigmoid sebagai bantalan. Pelebaran juga karena pei progesteron, sehingga terjadi hidroureter dan hidronefrosis fisiologis kehamilan. Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk dan kadang berpindah letak ke lateral, dan akan kembali normal 8-12 minggu setelah melahirkan. Semua hal di atas dapat dilihat dengan pemeriksaan pielografi intravena (IVP = intra pyelography).

Perubahan fungsi
Segera sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma (Renal Plasma Flow - RPF) dan tingkat filtrasi glomerolus (Glomerolus Filtration Rate = GFR). Sejak kehamilan trimester kedua GFR akan meningkat sampai 30-50%, di atas nilai normal wanita tidak hamil. Akibatnya akan terjadi penurunan dari kadar kreatinin serum dan urea nitrogen darah. Nilai normal kreatinin serum adalah 0,5 mg-0,7 mg/ 100 ml dan urea nitrogen darah 8 mg-12 mg/100 ml.

Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih adalah bila pada pemeriksaan urin, ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 10.000 per ml. Urin yang diperiksa harus bersih, segar dan dari aliran tengah (midstream) atau diambil dengan pungsi suprasimfisis. Ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 103 per ml ini disebut dengan istilah bakteriuria. Bakteriuria ini mungkin tidak disertai gejala, disebut bakteriuria asimptomatik, dan mungkin pula disertai gejala-gejala disebut bakteriuria simptomatik. Walaupun infeksi dapat terjadi karena penyebaran kuman melalui pembuluh darah atau saluran limfe, akan tetapi yang terbanyak atau tersering adalah kuman-kuman naik ke atas melalui uretra, ke dalam kandung kemih dan saluran kemih yang lebih atas. Kuman yang tersering dan terbanyak sebagai penyebab adalah Escherichia coli (E. coli), di samping kemungkinan kuman-kuman lain seperti Enterobacter aerogenes, Klebsiel¬la, Pseudomonas dan lain-lain.

a. Bakteriuria tanpa gejalu (asimptomatik)
Beberapa peneliti mendapatkan adanya hubungan kejadian bakteriuria ini dengan peningkatan kejadian anemia dalam kehamilan, persalinan prematur, gangguan pertumbuhan janin, dan preeklampsia. Oleh karena itu pada wanita hamil dengan bakteriuria harus diobati dengan seksama sampai air kemih bebas dari bakteri yang dibuktikan dengan pemeriksaan beberapa kali. Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian obat sulfonamid, ampisilin, atau nitrofurantoin.

b. Bakteriuria dengan gejala (simptomatik)

1. Sistitis
Sistitis adalah peradangan kandung kemih tanpa disertai radang bagian atas saluran kemih. Sistitis ini cukup scring dijumpai dalam kchamilan dan nifas. Kuman penyebab utama adalah E. coli, di samping dapat pula oleh kuman-ku Faktor predisgosisi lain adalah uretra wanita yang pendek, sistokel, adan kemih yang tertinggal, di samping penggunaan kateter yang sering dipa usaha mengeluarkan air kemih dalam pemeriksaan ginekologik atau F Penggunaan kateter ini akan mendorong kuman-kuman yang ada di ur untuk masuk ke dalam kandung kemih. Dianjurkan untuk tidak mer kateter, bila tidak perlu betul.
Gejala-gejala sistitis khas sekali, yaitu kencing sakit (disuria) terutama 1 berkemih, meningkatnya frekuensi berkemih dan kadang_kadang diserta bagian atas simfisis, perasaan in gin berkemih yang tidak dapat ditahan, kadang-kadang terasa panas, suhu badan mungkin normal atau meningkat, di daerah suprasimfisis. Pada pemeriksaan laboratorium, biasanya ditemuk leukosit dan eritrosit dan kadang-kadang juga ada bakteri. Kadang-kadan€ hematuria sedangkan proteinuria biasanya tidak ada.
Sistitis dapat diobati dengan sulfonamid, ampisilin, eritromisin. Perlu di1 obat-obat lain yang baik digunakan untuk pengobatan infeksi saluran ke tetapi mempunyai pengaruh tidak baik bagi janin, atau pun bagi ibu.


2. Pielonefritis Akuta
Pielonefritis akuta merupakan salah saru komplikasi yang sering dijum kehamilan, dan frekuensinya kira-kira 2%, terutama pada kehamilan te permulaan masa nifas.
Penyakit ini biasanya disebabkan oleh Escherichia coli, dan dapat kuman-kuman lain seperti Stafilokokkus aureus, Basillus proteus, dan pada fase aeruginosa. Kuman dapat menyebar secara hematogen atau limfogen, terbanyak berasal dari kandung kemih. Predisposisinya arltara lain yaitu kateter unruk mengeluarkan air kemih waktu persalinan atau kehamilan, yang tertahan sebab perasaan sakit wakru berkemih kareha trauma persal luka pada )alan lahir. Dianjurkan tidak menggunakan kateter untuk mengel kemih, bila tidak diperlukan betul. Per.derita yang meriderita pielonefri atau glomerulonefritis kronik yang sudah ada sebelum kehamilan, sangat mendorong terjadinya pielonefritis akuta ini.
Gejala-gejala penyakit biasanya timbul mendadak, wanita yang sebelumnya merasa sakit sedikit pada kandung kemih, tiba-tiba mengigil, badan panas, nyeri di punggung (angulus.kostovertebralis) terutama sebelah kanan.
Pengobatan pielonefritis akuta, penderita harus dirawat, istirahat berbaring, dan diberikan cukup cairan dan antibiotika seperti ampisilin atau sulfonamid, sampai tes kepekaan kuman ada, kemudian antibiotika disesuaikan dengan hasil tes kepekaan tersebut. Biasanya pengobatan berhasil baik, walaupun kadang-kadang penyakit ini dapat timbul lagi. Pengobatan sedikitnya dilanjutkan selama 10 hari, dan kemudian penderita harus tetap diawasi akan kemungkinan berulangnya penyakit. Perlu diingat ada obat-obat yang tidak boleh diberikan pada kehamilan walaupun mungkin baik untuk pengobatan infeksi saluran kemih seperti tetrasiklin. Terminasi kehamilan segera biasanya tidak diperlukan, kecuali apabila pengobatan tidak berhasil atau fungsi ginjal makin memburuk. Prognosis bagi ibu umumnya cukup baik bila pengobatan cepat dan tepat diberikan, sedangkan pada hasil konsepsi seringkali menimbulkan keguguran atau persalinan prematur.

3. Pielonefritis Kronika
Pielonefritis kronika biasanya tidak atau sedikit sekali menunjukkan gejala-gejala penyakit saluran kemih, dan merupakan predisposisi terjadinya pielonefritis akuta dalam kehamilan. Penderita mungkin menderita tekanan darah tinggi. Pada keadaan penyakit yang lebih berat didapatkan penurunan tingkat filtrasi glumerolus (G.F.R), dan pada urinalisis urin mungkin normal, mungkin ditemukan protein kurang dari 2 g per hari, gumpalan sel-sel darah putih.
Prognosis bagi ibu dan janin tergantung dari luasnya kerusakan jaringan ginjal. Penderita yang hipertensi dan insufisiensi ginjal mempunyai prognosis buruk. Penderita ini sebaiknya tidak hamil, karena risiko tinggi. Pengobatan penderita yang menderita pielonefritis kronika ini tidak banyak yang dapat dilakukan, dan kalau menunjuk ke arah pielonefritis akuta, terapi seperti yang telah diuraikan. Perlu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan pada penderita yang menderita pielonefritis kronika.

4. Glomerulonefritis Akuta
Glomeruionefritis akuta jarang dijumpai pada wanita hamil. Penyakit ini dapat timbul setiap saat dalam kehamilan, dan penderita nefritis dapat menjadi hamil. Yang menjadi penyebab biasanya Streptococcus beta-haemolyticus jenis A. Sering ditemukan bahwa penderita pada saat yang sama atau beberapa minggu sebelumnya menderita infeksi jalan pernapasan, seperti tonsillitis, atau infeksi lain-lain oleh streptokokkus, suatu hal yang menyokong teori infeksi fokal.
Gambaran klinik ditandai oleh timbulnya hematuria dengan tiba-tiba, edema dan hipertensi pada penderita yang sebelumnya tampak sehat. Kemudian sindroma ditambah dengan oliguria sampai anuria, nyeri kcpala, dan mundurnya visus (retinitis albuminika). Diagnosis menjadi sulit apahila timbul serangan kejang-kejang dengan atau tanpa koma yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi serebral, uremia, atau apabila timbul edema paru-paru akut. Apabila penyakitnya dalam triwulan III, maka perbedaan dengan pre-eklampsia dan eklamp,, harus dibuat. Pemeriksaan air kencing menghasilkan sebagai berikut proteinuria, ditemukan eritrosit dan silinder hialin, silinder korel dan eritrosit.

Pengobatan sama dengan di luar kehamilan dengan perhatian khusus, baring, diet yang sempurna dan rendah garam, pengendalian hipertei keseimbangan cairan dan elektrolit. Untuk pemberantasan infeksi cuku penisillin, karena streptokokkus peka terhadap penisilin. Apabila ini tidak maka harus dipakai antibiotika yang sesuai dengan hasil tes kepekaan.
Biasanya penderita sembuh tanpa sisa-sisa penyakit dan fungsi ginjal y, baik. Kehamilan dapat berlangsung sampai lahirnya anak hidup, dan diinginkan wanita 6oleh hamil lagi di kemudian hari. Ada kalanya penyakit menahun dengan segala akibatnya. Pada umumnya prognosis bagi ibu cuk Kematian ibu sangat jarang, dan apabila terjadi biasanya itu disebabl dekompensasi kordis, komplikasi serebro-vaskuler, anuria dan uremia.
Kehamilan tidak banyak mempengaruhi jalan penyakit. Sebaliknya glom fritis akuta mempunyai pengaruh tidak baik terhadap hasil konsepsi; teruta disertai tekanan darah yang sangat tinggi dan insufisiensi ginjal, dapat meny abortus, partus prematurus dan kematian janin.

5. Glomerulonefritis Kronika
Wanita hamil dengan glomerulonefritis kronika sudah menderita pen3 beberapa tahun sebelumnya. Karena itu, pada pemeriksaan kehamilan pertat dijumpai proteinuria, sedimen yang tidak normal, dan hipertensi. T)iagnosi dibuat bila d:jumpai proteinuria, sedimen yang tidak normal, dan hipertensi. gejala-gejala penyakit baru timbul dalam kehamilan yang sudah lanjut, atau c dengan pengaruh kehamilan (superimposed pre-eklampsia), maka lebih su, membedakannya dari pre-eklampsia murni.
Suatu ciri tetap ialah makin memburuknya fungsi ginjal karena makin Ian banyak kerusakan yang diderita oleh glomerulus-glomerulus ginjal, bahkaj tercapai tingkat akhir, yakni apa yang disebut ginjal kisut. Penyakit ini menampakkan diri dalam 4 macam: (1) hanya terdapat proteinuria menetapatau tanpa kelainan sedimen; (2) dapat menjadi jelas sebagai sindroma nefrotik dalam bentuk mendadak seperti pada glomerulonefritis. akuta; dan (4) gagal ginjal sebagai penjelmaan pertama. Keempat-empatnya dapat menimbulkan gejala insufisiensi ginjal dan penyakit kardiovaskuler hipertensif.
Pengobatan tidak memberi hasil yang memuaskan karena penyakitnya bertambah berat. Peningkatan penyakit, tensi yang sangat tinggi, dan tambahan dengan pielonefritis akuta harus ditanggulangi dengan seksama. Dalam hal- ha1 terakhir pengakhiran kehamilan perlu dipertimbangkan. Sebaiknya penderita glomerulonefri¬tis kronika tidak menjadi hamil. Karena kerusakan ginjal berbeda-beda pada waktu penderita ditemukan hamil, maka sulit untuk menafsirkan pengaruh kehamilan pada jalan penyakit. Yang tanpa kehamilan juga makin lama makin menjadi lebih buruk. Agaknya kehamilan tidak mempercepat proses kerusakan ginjal, walaupun sebalik¬nya dapat pula terjadi.
Prognosis bagi ibu akhiarnya buruk: ada yang segera meninggal, ada yang agak lama. Hal itu tergantung dari luasraya kerusakan ginjal waktu diagnosis dibuat, dan ada atau tidak adanya faktor-faktor yang mempercepat proses penyakit.
Prognosis bagi janin dalam kasus tertentu tergantung pada fungsi ginjal dan derajat hipertensi. Wanita dengan fungsi ginjal yang cukup baik tanpa hipertensi yang berarti dapat melanjutkan kehamilan sampai cukup bulan walaupun biasanya bayinya lahir dismatur akibat insufisiensi plasenta. Apabila penyakit sudah berat, apalagi disertai tckanan darah yang sangat ti.nggi, biasanya kehamilan berakhir dengan abortus dan isartus prematurus, atau janin mati dalam kandungan.

6. Sindroma Nefrotik
Sindroma nefrotik, yang dahulu dikenal dengan nama nefrosis, ialah suatu kumpulan gejala yang terdiri atas edema, proteinuria (lebih dari 5 gram sehari), hipoalbumine¬mia, dan hiperkolesterolemia. Mungkin sindroma ini diakibatkan oleh reaksi antigen¬antibodi dalam pembuluh-pembuluh kapiler glomerulus. Penyakit-penyakit yang dapat menyertai sindroma nefrotik ialah glomerulo-nefritis kronika (paling sering), lupus eritematosus, diabetes mellitus, amiloidosis, sifilis dan trombosis vena renalis. Selain itu sindroma ini dapat pula timbul akibat keracunan logam berat (timah, air raksa), obat-obat anti kejang, serta racun serangga.
Apabila kehamilan disertai sindroma nefrotik, maka pengobatan serta prognosis ibu dan anak tergantung pada faktor penyebabnya dan pada beratnya insufisiensi ginjal.
Sedapat mungkin faktor penyebabnya harus dicari; jikalau perlu, dengan biopsi ginjal. Penderita harus diobati dengan seksama, atau pemakaian obat-obat yang menjadi sebab harus dihentikan. Penderita diberi diet tinggi-protein. Infeksi sedapat¬dapatnya dicegah dan yang sudah ada harus diberantas dengan antibiotika. Tromboembolismus dapat timbul dalam nifas. Siberman dan Adam menganjurkan pengobatan antibeku (heparin) dalam nifas pada wanita dengan sindroma nefrotik. Dapat pula diberi obat-obat kortikosteroid dalam dosis tinggi.

Gagal Ginjal Mendadak Dalam Kehamilan
Gagal ginjal mendadak (acute renal failure) merupakan komplikasi yang san€ dalam kehamilan dan nifas, karena dapat men' mbulkan kematian, atau k fungsi ginjal yang tidak bisa sembuh lagi. Kejadiannya 1 dalam 13 kehamilan.
Kelainan ini didasari oleh dua jenis patologi.
1. Nekrosis tubular akut, apabila sumsum ginjal mengalami kerusakan
2. Nekrosis kortikal bilateral apabila sampai kedua ginjal yang menderita

Penderita yang mengalami sakit gagal ginjal mendadak ini sering dijum kehamilan muda 12-18 minggu, dan kehamilan telah cukup bulan. Pada k, muda, sering disebabkan oleh abortus -septik yang disebabkan oleh Chlostridia welchii atau streptokokkus. Gambaran klinik yaitu berupa sel adanya tanda-tanda oliguria mendadak dan azothemia serta pembekua intravaskuler (DIC = disseminated intravascular coagulation), sehingg nekrosis tubular yang akut. Kerusakan ini dapat sembuh kembali bila k tubulus tidak terlalu luas dalam waktu 10-14 hari. Seringkali dilakukan histerektomi untuk mengatasinya, akan tetapi ada peneliti yang menganjurkan perlu melakukan operasi histerektomi tersebut asal pada penderita.
Penderita dapat meninggal dalam waktu 7-14 hari setelah timbulnya Kerusakan jaringan dapat terjadi di beberapa tempat yang tersebar atau ke jaringan ginjal.
Gagal ginjal dalam kehamilan ini dapat dicegah bila dilakukan:
1) penanganan kehamilan dan persalinan dengan baik;
2) perdarahan, syok, dan infeksi segera diatasi atau diobati dengan bail
3) pemberian transfusi darah dengan hati-hati.

Batu ginjal dan Saluran Kemih (Urolitiasis)
Batu saluran kcmih dalam kehamilan tidaklah biasa. Frekuenyinya sanmpai (0,03---0,07%). Walaupun demikian perlu juga diperhatikan karena urulitiasis mendorong timbulnya infeksi saluran kemih, atau menimbulkan keluhan pada penderita berupa nyeri mendadak, kadang-kadang berupa kolik, dan hematuria. Perlu anamnesis tentang riwayat penyakit penderita sebelumnya, terutama mengenai penyakit saluran kencing, untuk membantu membuat diagnosis urolitiasis. Diagnosis lebih tepat dengan melakukan perneriksaan intravenus pielografi; akdst cetapi janin harus diIindungi dari efek penyinaran. Dewasa ini dapat pula dengan USG (ultrasonografi) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Bila diketahui adanya urolitiasis dalam kehamilan, terapi pertama adalah analgetika untuk menghilangkan sakitnya, diberi cairan banyak agar batu dapat ke bawah, karena hampir 80% batu akan dapat turun ke bawah, serta antibiotika. Pada penderita yang membutuhkan tinclakan operasi, sebaiknya operasi dilakukan setelah trimester pertama atau setelah partum.


1. Ginjal Polikistik
Ginjal polikistik merupakan kelainan bawaan (herediter). Kehamilan umumnya tidak empengaruhi perkembangan pembentukan kista pada ginjal, begitu pula sebalik¬ya. Akan tetapi bila fungsi ginjal kurang baik, maka kehamilan akan memperberat atau merusak fungsinya. Sebaliknya wanita yang telah mempunyai kelainan sebaiknya tidak hamil karena kemungkinan timbul komplikasi akibat kehamilan selalu tinggi.

2. Tuberkolosis Ginjal
Jarang dijumpai wanita hamil dengan tuberkulosis ginjal, walaupun dalam literatur disebutkan ada. Kehamilan akan mempengaruhi TBC ginjal tersebut bila tidak diobati. TBC pada ginjal dapat hamil terus, asal fungsi ginjalnya baik. Terapi TBC ginjal sama dengan terapi TBC organ-organ lain. Untuk membuat diagnosis TBC ginjal diperlukan pemeriksaan laboratorium khusus.

Tidak ada komentar:

Arsip Blog

tes